Quantcast
Channel: Jejak Rinda Cahyana
Viewing all 512 articles
Browse latest View live

Pertemuan Pengurus Pusat Relawan TIK Indonesia

$
0
0

Sabtu tanggal 4 Februari 2017 saya memacu kendaraan dengan kencang untuk mengejar Kereta Api. Waktu keberangkatan dari Garut molor satu jam dari rencana karena harus menyelesaikan terlebih dahulu slide presentasi rencana pengembangan SDM (sumber daya manusia) Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia yang akan disajikan hari ini di Jakarta. Saya tidak bisa mengerjakannya malam hari sebelumnya karena waktunya digunakan untuk merampungkan formulir pendaftaran Tugas Akhir dan Praktek Kerja Nyata yang akan digunakan besok oleh Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 

Saya mengikuti pilihan jalan terpendek Google untuk tiba sebelum Keretanya berangkat. Namun di daerah Alun-Alun jalan lumayan macet. Di dalam hati saya sempat berkata bahwa keberangkatan ini akan dibatalkan dan kembali ke Garut untuk mengantar istri ke resepsi undangan temannya sekiranya Keretanya telah berangkat. Namun ternyata saya bisa tiba sepuluh menit sebelum keberangkatan. Tidak lupa membeli air minum sebelum masuk ke area Kereta Api. Saya tidak memiliki cukup waktu untuk sarapan dan salat Dzuhur di Statsiun. Akhirnya saya berhasil mengisi perut dengan nasi goreng yang dijual di atas Kereta Api dan salat Dzuhur bersama Ashar di Statsiun Gambir. 

Setelah selesai menunaikan kewajiban Salat, saya pun berajak pergi ke luar dan menaiki Taxi. Walau jarak Gabir ke lokasi inap yang disediakan oleh Pengurus Pusat Relawan TIK Indonesia tidak jauh, tetapi abang supir meminta tarif 50 ribu tanpa menghidupkan argonya. Saya sudah cukup lelah dan tidak mau menghabiskan waktu dengan adu tawar, hanya sekedar berkata dalam perjalanan, "Tarifnya mahal banget bang". Saat keluar dari area Statsiun si abang sempat mengeluh ke saya terkait pengelolaan Statsiun yang menurutnya membuat tarif tinggi tersebut. Akhirnya kendaraan itupun dinaiki hingga sampai di hotel yang dituju. 

Ternyata lokasi acaranya dipindah ke hotel Grand Cemara, dan saya tidak nyimak di grup WhatsApp. Kebetulan sedang sesi makan malam. Namun karena perut ini keroncongan, saya putuskan makan sate kambing dulu di warung samping tempat inap. Setelah makan saya pun berjalan menuju lokasi acara. Saya harus mengatur uang seefisien mungkin, maklumlah karena sekarang ini sudah tidak ada lagi SPJ dari kampus karena kegiatan Relawan TIK Indonesia sudah tidak masuk daftar anggaran kampus lagi sejak tahun 2015, hehehe.   


Kegiatan ini diikuti selain karena saya memiliki tanggung jawab dalam bidang SDM Relawan TIK Indonesia, juga karena umumnya kewajiban Pengabdian kepada Masyarakat saya tunaikan melalui Relawan TIK Indonesia. Ada kalanya saya mengajak dosen lainnya untuk terlibat dalam kegiatan tersebut sehingga banyak sekali daftar aktivitas Pengabdian kepada Masyarakat Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang berasal dari kegiatan Relawan TIK Indonesia. Hal ini terjadi sejak tahun 2012, karena adanya kesepakatan kerjasama antara Sekolah Tinggi Teknologi Garut dengan Relawan TIK Indonesia dalam kegiatan Tridharma. 

Malam itu saya menjelaskan siapa yang dimaksud SDM Relawan TIK, bagaimana pengembangan SDM relevan dengan tujuan Relawan TIK Indonesia yang tertuang dalam Anggaran Dasar nya, menunjukan kajian yang sudah saya laksanakan di kampus terkait Aktivitas dan Kompetensi Relawan TIK, menyajikan hasil penelusuran data Aktivitas dan Kompetensi Relawan TIK Indonesia di banyak provinsi Indonesia, serta menunjukan pembentukan keterampilan apa yang diperlukan berdasarkan Aktivitas dan Kompetensi tersebut. Alhamdulillah, rekan-rekan pengurus memberi respon baik atas pemikiran yang saya sampaikan tersebut yang ditandai dengan adanya tepuk tangan setelah penyajian tersebut. Tidak sia-sia waktu dan tenaga yang saya habiskan untuk menyusun konsep tersebut, karena kemaslahan pertama sudah tercapai. Tinggal kemaslahatan kedua dan ketiga yang perlu diusahakan, yakni mewujudkannya dalam Program Kerja Nasional bidang pengembangan SDM yang kongkrit, serta pelaksanaannya sepanjang tahun 2017.

Beberapa slide terakhir saya selesaikan di tempat karena saya hanya punya waktu satu jam setengah  untuk merampungkannya di Garut siang tadi. Syukurlah bahan slide nya sudah terkumpul dalam sejumlah slide Konferensi yang saya buat saat presentasi Karya Ilmiah di  e-Indonesia Initiative di ITB tahun 2015 dan Temu Ilmiah Nasional Peneliti Puslitbang APTIKA dan IKP Kemkominfo di Bogor tahun 2016, dan sejumlah keluaran dari kajian Kelompok Penggerak Masyarakat Informasi. Sejak penandatangan kerjasama tahun 2012 saya bersama mahasiswa memang membuka jalan penelitian ke arah pembangunan masyarakat informasi yang melibatkan relawan dalam bidang TIK.



Keesokan harinya kegiatan dipindah di Menara Multimedia PT Telekomunikasi Indonesia. Di tempat itu ketua umum Relawan TIK Indonesia melaksanakan tugas pekerjaannya sehari-hari. Di sesi terakhir itu kami belajar Desain Sprint dari mas Amien Karim, yang katanya diperoleh saat Digital Marketing Strategist nya Telkom tersebut berkunjung ke Silicon Valley dulu.  Tahapan desainnya yang sempat saya rekam adalah sebagai berikut : 1) Menentukan topik pembahasan, 2) Mengelompokan gagasan pengguna, alur proses, dan tujuan, 3) Mendefinisikan cara mewujudkannya dgn memperhatikan masukan pengguna, 4) Membuat peta jalan atau tahapan proses, 5) Mengidentifikasi input dan output dari cara mewujudkannya per tahap. Dalam waktu yang panjang, kami hanya selesai pada program kerja terkait Dana saja. Mas Karim mengatakan bahwa proses sebenarnya bisa memakan waktu berminggu-minggu. Saya sangat menikmati proses pembelajaran tersebut yang berkaitan dengan Silicon Valley, karena sejak tahun 2013 saya ingin mewujudkan Silicon Valley di Garut yang berpusat di kampus. Dosen pembimbing Tesis saya yakni Dr Sukrisno Mardiyanto yang mendefinisikan keinginan saya tersebut dulu dalam komunikasi di Facebook. Sekarang saya baru diberikan Area 306 oleh kampus untuk mewujudkan Pusat Kajian, Pendidikan dan Pelatihan, serta Bisnisnya. 




Siang itu dalam sesi pembahasan Anggaran Rumah Tangga, saya dengan tiga pengurus dari Bandung harus pamit pulang lebih dulu karena harus mengejar Kereta Api di Gambir. Kami menaiki mobil Grab yang dipesan oleh kang Gery dan dibayar oleh kang Fajar, walau tidak sampai karena terjebak macet kegiatan calon Gubernur di Jakarta. Akhirnya dengan tergesa-gesa kami berjalan menuju mesin cetak tiket. Syukurlah tempat kami turun dan lokasi statsiun Gambir tidak jauh. Akhirnya kurang dari lima menit saya berhasil duduk di Kereta Api. Rupanya kursi yang saya duduki posisinya ke belakang, karena ada tiga penumpang satu keluarga di sana. Kursi saya yang di samping jendela telah diisi oleh perempuan. Dalam hati saya berkata, ini konsekuensi karena datang terlambat, dan hari ini untuk pertama kalinya saya siap merasakan pengalaman naik kereta api dalam posisi duduk arah berlawanan. Syukurlah suspensi Kereta Api Indonesia di gerbong Eksekutif ini bagus sekali, sehingga goyangan kendaraan panjang ini tidak terasa. Saya tidak merasa mual dalam posisi duduk seperti ini. 

Kereta api pun sampai lepas Magrib. Dengan segera saya ke lapang parkir setelah membeli minuman suplemen untuk menahan kantuk yang disebabkan karena malam sebelumnya diskusi hingga larut dengan teman pengurus di tempat inap. Supaya cepat sampai, saya percayakan lagi kalkulasi jalan terpendek kepada Mbah Google. Dengan sedikit kantuk saya pun membawa kendaraan ini sendirian malam hari ke Garut. Di tengah perjalanan istri menanyakan posisi saya, saat kendaraan terjebak macet di Nagreg. Saya tidak membawa kunci gerbang kompleks sehingga istri saya menahan kantuk hingga saya datang. Dan begitu sampai rumah, ternyata dua jagoan kami sudah tertidur pulas di tengah rumah. Begitulah istri saya, kalau saya tidak ada semua tidur dalam satu ruangan. Dua hari ini ada pengalaman dan pengetahuan baru, yang semoga menambah kemanfaatan bagi diri dan sesama. 

Hal terpenting yang saya peroleh dari kegiatan tersebut adalah obrolan dengan om Jo yang membidangi Kajian, di mana beliau mengatakan program Relawan TIK nya di Pemalang terbantu dengan karya tulis yang saya bagikan di grup. Beliau telah membuktikan konsep saya bisa diterapkan dengan sedikit penyesuaian dengan kondisi yang ada. Hal ini sangat penting bagi saya, karena saat Temu Ilmiah Peneliti Nasional di Bogor lalu capaian pekerjaan saya hanya sampai pada perancangan. Dan Prof. Gati Gayatri, MA. selaku penguji sempat menanyakan penerapannya. Beliau minta dikontak apabila konsep yang saya buat telah diterapkan. Sepertinya saya harus merapat ke Pemalang untuk menggali sejauh mana konsep integrasi layanan Telecenter dan Relawan TIK tersebut diterapkan sebelum saya laporkan dalam Temu Ilmiah Peneliti Nasional tahun depan. Dan menuju ke sana, saya sudah diajak Prof Muhammad Ali Ramdhani untuk menerbitkan penelitian bulan Februari ini yang pastinya akan dirujuk dalam laporan tersebut. Penelitiannya bisa menindaklanjuti Metode, Framework, Sistem, atau Struktur terkait Pembangunan Masyarakat Informasi yang sudah dibuat. Alhamdulillah, kegiatan penelitian tahun akademik ini sudah ada jalannya. Semoga Allah memberikan kelancaran. Bismillah.  



Pemateri Bisnis Ekonomi Digital di SMKN 2 Garut

$
0
0

Pagi hari itu tanggal 13 Maret 2017 saya diingatkan Ipan Setiawan bahwa siang nanti saya diminta untuk mengisi materi Technopreneurship di SMKN 2 Garut. Agak kaget karena saya benar-benar lupa agenda tersebut, sampai slide presentasinya belum sempat dibuat. Syukurlah kemarin lalu saya ikut Wirausaha Muda Digital yang diselenggarakan oleh Inkubator Bisnis Digital Pusdiklat KADIN Jawa Barat, sehingga banyak catatan dari kegiatan tersebut menjadi bahan isi slide nya. Tidak lupa saya mintakan agar saya menyampaikan materi di penghujung saja karena pukul 13.00 ada pertemuan dengan Relawan TIK dan Dosen di lingkungan Prodi (Program Studi) Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut.


Hari ini sebenarnya kondisi tubuh tidak terlalu fit karena dua hari tidak bisa tidur berkualitas akibat gangguan saluran hidung. Namun karena sudah janji menyampaikan materi, saya pun segera memicu kendaraan ke lokasi kegiatan pada pukul 14.30 lebih selepas diskusi dengan dosen. Saya berharap kepada Allah agar pengabdian kepada masyarakat ini menjadi wasilah menuju keberkahan dan kesehatan.  

Di lokasi sudah ada Ipan Setiawan, pegiat TIK yang punya hajat kegiatan dan selalu nampak enerjik. Saat masuk ke dalam ruangan nampak Muhammad Rikza Nasrullah sedang membagikan pengetahuannya kepada para siswa. Kegiatan ini merupakan sosialisasi produk minuman Yen Yen oleh pengusaha muda. Kebetukan sekali saya sangat suka minuman Liang Tea ini. Cuaca panas hari itu lumayan segar dengan meminum Liang Tea. Kandungan minuman yang membuat saya bersemangat adalah Teh Hijau. Secara umum minuman ini herbal dan baik untuk masalah pencernaan dan panas dalam serta menangani radikal bebas. Malah jadi promo, hahaha. Untuk minuman menyenangkan saya ikhlas mempromosikan.

Dalam kesempatan tersebut beberapa pertanyaan diajukan oleh siswa dan mahasiswa. Di antaranya soal kepercayaan dalam melakukan transaksi online yang disampaikan oleh mahasiswi dari STIESA Garut. Saya mengatakan bahwa kepercayaan pelanggan itu dicapai dengan sikap jujur. Membangun kepercayaan itu di antaranya dengan  menampilkan sebanyak mungkin testimoni, tidak hanya sekedar menampilkan banyaknya pelanggan yang membeli. Pengalaman transaksi online pun disampaikan, bahwa dulu saat harus belanja di internet saya memilih toko dengan badan hukum yang jelas. 


Hari ini adalah hari Bisnis Ekonomi Digital, karena diisi oleh diskusi Area 306 sebagai unit bisnis berbasis teknologi dan inkubasi bisnis digital, serta seminar Technopreneurship. Mungkin bulan pencerahan bisnis digital, dimulai dari mengikuti kegiatan Wirausaha Muda Digital dan menjadi pemateri Technopreneurship. Semua ini membuat semangat mendorong geliat perusahaan pemula berbasis teknologi di Garut semakin kuat. Alhamdulillah, semoga Allah sebagaimana biasanya memberikan jalan menuju ke sana.   


Wirausaha Muda Digital

Pemateri di STMIK DCI Tasikmalaya

$
0
0

Pada tanggal 17 Maret 2017 saya diundang oleh DR Djadja Sardjana - ketua STMIK DCI Tasikmalaya untuk menjadi pembicara Seminar Nasional bertemakan "Peningkatan Profesionalisme Wirausaha Muda Digital dan Relawan TIK Indonesia". Karena di dalam acara tersebut juga terselip acara pengukuhan Relawan TIK Indonesia Komisariat STMIK DCI Tasikmalaya, maka tidak lupa saya undang kawan Relawan TIK cabang kotamadya Tasikmalaya untuk menyiapkan prosesinya. Standing banner Relawan TIK Indonesia yang dulu ditinggalkan di Garut oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika saya bawa serta. Karena tidak ada pengurus pusat lain dan pengurus wilayah Jawa Barat yang hadir, maka saya selaku kepala bidang pengembangan sumber daya manusia Relawan TIK Indonesia mengukuhkan pengurus komisariat. Oh ya, selain mewakili Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut dan Relawan TIK Indonesia, saya pun hadir dalam kapasitas sebagai koordinator Data dan Teknologi Informasi Forum Dosen Indonesia. 


Dalam kesempatan menyampaikan materi Relawan TIK, saya memberikan penjelasan tentang makna relawan, dan menunjukan empat jenis layanan Relawan dalam bidang TIK berdasarkan laporan kegiatan di luar negeri yang telah saya sederhanakan dalam bentuk infrastruktur tiga lapis pada penelitian 2014. Empat jenis layanan tersebut meliputi TIK, Pengguna, Informasi, dan Kolaborasi. Tidak lupa saya tunjukan pula grafik pelaksanaan empat jenis layanan oleh Relawan TIK Indonesia berdasarkan sampel data dari 171 responden yang diberikan oleh sejumlah pengurus wilayah dan cabang di Indonesia, berikut kecakapan Relawan TIK selaku pelaksana layanannya. Pada grafis terakhir tentang latar belakang profesi Relawan TIK Indonesia terlihat keselarasan pengertian Relawan dengan keyataan dilapangan, di mana semua orang bisa menjadi Relawan.   

Tidak lupa saya sampaikan kaderisasi sistem berjenjang yang diberlakukan untuk mahasiswa di Komisariat Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang meliputi pembagian fungsi dan sampel program mingguan, bulanan, dan insidental. Sistem ini konsisten dilaksanakan sebagaimana tersebut dalam liputan TV One dan Antaranews. Dampak sistem tersebut adalah untuk menjamin ketersediaan Relawan TIK dari kalangan mahasiswa, konten sebagai hasil pelaksanaan layanannya, dan komisariat yang dirintis. 

Tidak lupa disampaikan konsep pengelompokan Relawan TIK yang meliputi kelompok informasi dan pengembang. Ditunjukan bagaimana kelompok ini melaksanakan literasi di Sekolah Menengah Atas / Sederajat untuk kemudian ditularkan ke jenjang pendidikan di bawahnya. Saya juga menunjukan bagaimana Relawan TIK kelompok Perguruan Tinggi dapat mendampingi desa dan mewujudkan Telecenter sebagai unit bisnis pada Badan Usaha Milik Desa. 



Penyampaian materi dilengkapi dengan penjelasan dari kang Maman mewakili Relawan TIK dan Komunitas (DedemIT) Ciamis yang fokus pada kelompok Perdesaan dan kang Ugan mewakili Relawan TIK kota madya Tasikmalaya yang fokus pada kelompok Pesantren. Saya tutup materinya dengan menunjukan salah satu perangkat lunak sistem yang dibuat oleh Relawan TIK Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang menunjang pembelajaran, yakni Distro Ubuntu Garut Edition tema the Spirit of Technology.


Hari itu ditutup dengan makan bersama para pemateri dan ketua Yayasan di salah satu rumah makan Tasikmalaya yang menyediakan nasi tutug variatif. Semakin malam semakin sesak lagi nafas ini, hidung sudah mulai sensitif terhadap udara malam yang dingin. Untunglah saya membawa Sterimar, pembersih hidung yang lumayan membuat kondisi saya kembali prima dalam perjalanan sampai ke Garut. Hari itu saya tidak jadi ditemani Ipan Setiawan - Smartfren Leader namun dititipi banyak souvenir untuk doorprize.

Alhamdulillah, dengan demikian pengalaman Sekolah Tinggi Teknologi Garut mengintegrasikan Relawan TIK Indonesia dalam kegiatan Tridharma telah dibagikan, komisariat Perguruan Tinggi pertama di kota madya Tasikmalaya telah dibentuk, dan komunikasi dengan STMIK DCI sebagai salah sat perguruan tinggi bidang informatika di wilayah Priangan Timur telah diwujudkan. 


Semut pun Bersyukur

$
0
0

Sewaktu kecil setiap kali buang hajat saya selalu memperhatikan bagaimana umat yang satu ini berjalan dan bersalaman setiap kali bertemu satu sama lainnya. Sesekali beberapa di antaranya jatuh ke dalam bak dan berusaha berenang di atas permukaan airnya. Saya merasa kasihan sehingga setiap kali ada semut yang terjatuh saya angkat dengan jari ke permukaan. Hal ini sering saya lakukan setiap kali berada di toilet. 

Hari itu sangatlah tidak biasa, karena saya mengetahui sesuatu yang baru dari umat semut ini. Jemaah semut yang sering ditolong itu menunjukan apa yang bisa dilakukannya kepada saya. Semut-semut itu melingkari salah satu di antaranya, yang saya kira itu pemimpinnya. Kemudian semuanya mengangkat tangannya untuk beberapa saat. Setelah itu pemimpin semut itu beranjak ke salah satu sisi lingkaran, dua semut kemudian berada di depannya sambil berpegangan tangan. Semut yang awalnya melingkar kemudian mengikuti pemimpinnya dari belakang, seperti permainan "oray orayan luar leor mapay sawah". 


Sejak saat itu saya memperlakukan semut seperti manusia, tidak membunuhnya tanpa alasan. Dan sejak saat itu di mana saya berada di ruangan, tidak ada semut yang tampak. Hingga setelah anak saya yang kecil suka membunuh semut, rumah saya mulai didatangi semut lagi. Dengan pengalaman tersebut saya mengetahui jika semut pun dapat bersyukur atas kebaikan mahluk lainnya. Dan semut sebagaimana umat lainnya memiliki cara menunjukan rasa syukurnya. Setiap umat ada syariatnya sendiri-sendiri. 

Pada saat kuliah saya menemukan buku Risalah Qusyairiyah. Di dalamnya ada bab khusus pembahasan tentang sikap tidak membedakan mahluk Allah yang bernama al-Futuwwah. berikut ini sebagian kutipan yang menggambarkan sikap ahli futuwwah terhadap semut :

Sekelompok ahli ahli futuwah pergi mengunjungi seorang laki-laki yang terkenal karena futuwwahnya. Laki-laki itu menyuruh pelayannya membawa tilam makanan. Si pelayan tidak mengerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya hingga berulang-ulang. Para tamu saling berpandangan seraya berkata : “Ini tidak benar. Dalam aturan futuwwah, seseorang tidak boleh mempekerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya sekali lagi dan sekali lagi.” Laki-laki itu bertanya kepada pelayannya : “Mengapa begitu lama engkau baru datang membawakan tilam itu?” Si pelayan menjawab : “Ada seekor semut pada tilam itu. Tidaklah patut menurut futuwwah, membentangkan tilam uantuk para tamu yang ahli futuwwah manakala ada semut di atasnnya, sebalikya, tidaklah benar pula mencampakkan semut dari kain tilam itu. Jadi, saya meunggu sampai semut itu merayap meninggalkan tilam.” Para tamu berkata kepada pelayan itu : “Engkau telah menunjukkan pemahaman yang tinggi. Orang sepertimu patut dilayani para ahli futuwwah.”  

Rikza pun Berangkat ke Thailand

$
0
0

Dahulu saya punya beberapa orang mahasiswa yang membantu penyediaan TIK, informasi, dan pengguna terlatih di Unit Sistem Informasi secara sukarela, di antaranya adalah Muhammad Rikza Nasrulloh dan Iqbal M. Hikmat. Keduanya selalu ikut dalam kegiatan Relawan TIK Indonesia yang saya buat bersama pegiat TIK lainnya di kabupaten Garut, termasuk menemani Korea IT Volunteers. 


Suatu ketika ada pengumuman dari Direktorat Pemberdayaan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika di dalam grup Relawan TIK Indonesia tentang rencana memberangkatkan Relawan TIK Indonesia sebagai Relawan TIK Internasional ke Thailand. Saya kemudian mendorong kedua mahasiswa yang sudah teruji penguasaan bahasa Inggrisnya untuk mendaftarkan diri. Alhamdulillah mereka ternyata mau dan mengirimkan lamarannya kepada Kementrian mewakili Relawan TIK Garut.

Setelah itu saya tidak mengikuti perkembangan rencana keberangkatan ke Thailand tersebut. Tiba-tiba pak Boni dari Kementrian menghubungi dan menanyakan apakah Rikza merupakan Relawan TIK Garut? Beliau menjelaskan Kementrian telah memilih empat delegasi Relawan TIK Indonesia untuk berangkat ke Thailand, hanya saja satu di antaranya mengundurkan diri. Beliau menawarkan kesempatan mengganti satu personel tersebut kepada Rikza melalui saya. Namun Rikza harus bisa menyiapkan segala kebutuhannya, termasuk Passpor dalam waktu yang sangat singkat. Semuanya saat itu bergantung kepada jawaban saya di hand phone. Bismillah, sayapun memutuskan untuk menyanggupinya, sehingga tercatatlah Rikza sebagai pengganti salah satu delegasi. 

Kabar tersebut kemudian saya diskusikan dengan Prof Ali Ramdhani, beliau membantu menghubungi kolega di Pemerintah Kabupaten Garut untuk mendapatkan bantuan pengurusan Passpor yang cepat. Saya sama sekali tidak berfikir pengurusan itu memerlukan uang. Namun alhamdulillah, kampus memberi pinjam uang sehingga pengurusan passpor nya lancar. Saya berjanji akan mengembalikan pinjaman tersebut sepulangnya Rikza dari Thailand. 

Keberangkatan Rikza tersebut bukan hanya kebahagiaan saya selaku Dosennya, tetapi juga Relawan TIK Garut. Syukurnya orang tua Rikza mendukung keberangkatan anaknya ke Thailand. Rikza di Thailand melaksanakan tugas Relawan TIK yang juga pengabdian kepada masyarakat selama dua bulan dari tanggal 17 Oktober hingga 11 Desember 2013. Otomatis Rikza tidak ikut kuliah hampir setengah semester. Saya yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Teknik Informatika meminta kepada pak Eri Satria selaku Ketua Program Studi untuk memberikan dispensasi untuk Rikza yang akan menjalankan tugas negara tersebut.


Syukuran Relawan TIK Garut untuk Keberangkatan Rikza 

Akhirnya bertepatan dengan hari ulang tahun saya, Rikza pun berangkat ke Thailan bersama tiga relawan TIK lainnya, setelah mendapatkan pengarahan dari Direktorat Pemberdayaan Informatika. Di Thailand Rikza bersama Relawan TIK Indonesia lainnya membantu beberapa pekerjaan di International Telecommunication Union selain juga mengunjungi beberapa lembaga pendidikan. 


Rikza pulang ke Garut dan tiba malam hari. Pertama kali yang dituju adalah rumah saya. Dia meminta saya untuk memilih oleh-oleh yang dibawanya itu dari Thailand. Keesokan harinya saya berbicara kepada bu Rina Kurniawati, wakil ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut bidang keuangan, meminta beliau untuk bersedia menggunakan uang pinjaman yang akan dikembalikan untuk syukuran. Alhamdulillah beliau menyetujuinya, sehingga uang itu akhirnya dibelikan nasi tumpeng. Semua pejabat struktural di kampus dan juga staf sangat gembira. Satu hal yang paling menggembirakan saya adalah, Rikza memenuhi permintaan saya untuk tidak melupakan kampus di Thailand. Kampus Sekolah Tinggi Teknologi Garut ini banyak membantu Relawan TIK Indonesia di Garut, mulai dari fasilitas hingga pembiayaan kegiatan.  


Tentang pak Boni, beliau sangat antusias terhadap kegiatan KPTIK (Kelompok Penggerak Teknologi Informasi dan Komunikasi) di Sekolah Tinggi Teknologi Garut, termasuk kegiatan ICT4Pesantren. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan beliau memutuskan Relawan TIK Garut yang menjadi pengganti untuk berangkat ke Thailand, dan memasukan Sekolah Tinggi Teknologi Garut dalam daftar kandidat penerima hibah Internet Access Center lebih dari satu Milyar dari Korea Selatan.   


Kunjungan NIA terkait hibah IAC ke STT Garut

Ke depan Insya Allah saya akan bercerita tentang bagaimana konsep KPTIK ini didorong oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika untuk diadopsi oleh Relawan TIK Indonesia, yang dalam perkembangan berikutnya menyebabkan Relawan TIK Garut mengibarkan dua bendera pegiat TIK dalam melaksanan misi pembangunan masyarakat informasi yang diembannya sejak tahun 2012 saat pengukuhannya sebagai Relawan TIK Garut. Cerita tersebut diharapkan dapat menghilangkan sak wasangka yang selama ini berkembang di Relawan TIK Indonesia. 

Bimbingan Teknis VMeet di Garut

$
0
0

Pada tanggal 3 April 2017 dilaksanakan bimbingan teknis bagi tim teknis Vmeet untuk Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pengembangan) Online Jawa Barat di Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Secara umum peserta berasal dari Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia di wilayah Jawa Barat. Seminggu sebelumnya saya bergerilya di grup Relawan TIK Indonesia dan Facebook untuk menemukan orang yang dapat bertugas sebagai tim teknis Vmeet mewakili kabupaten / kotanya. Hingga hari pelaksanaan bimbingan teknis, masih tersisa empat kabupaten / kota yang belum ada tim teknisnya. 

Satu hari sebelumnya saya menyiapkan kebutuhan untuk acara tersebut, mulai dari penyediaan perlengkapan tidur bagi peserta. Peserta yang mengonfirmasi akan menginap sebanyak sembilan orang, sementara kasur yang dimiliki kampus hanya enam buah sehingga saya harus mengusahakan sisanya ke Ponpes (Pondok Pesantren) al-Musaddadiyah Garut. Siang itu saya minta office boy untuk memindahkan kasur dari ruang Prodi (Program Studi) Teknik Informatika dan ruang penelitian ke Area 306. Pukul dua siang saya ke Ponpes untuk membawa kasur dan bantal yang dipinjam. Masih ingat bagaimana anehnya kondisi mobil sedan yang digunakan setelah lima buah kasur itu dijejalkan ke bagian bagasinya. 

Peserta kegiatan yang pertama pun datang, yakni kang Yudiana dari Karawang. Beliau yang ditemani keluarganya saya arahkan ke rumah. Menjelang maghrib beliau dan keluarga pergi ke lokasi wisata yang saya rekomendasikan. 

Setelah itu tetangga rumah silaturahim. Keasikan ngobrol membuat saya tidak membaca pesan masuk dari mas Wid, salah satu peserta lainnya dari Bandung. Setelah hampir satu jam saya baru membaca dan segera menemuinya yang sudah lama menunggu di pos Satpam kampus. Setelah beberapa saat ngobrol di Area 306, saya mengajaknya untuk makan malam di rumah. Alhamdulillah istri selalu sigap menyiapkan makanan untuk para tamu.

Peserta terakhir datang sekitar tengah malam. Yang menginap di Area 306 Sekolah Tinggi Teknologi Garut antara lain 1) Widyo Utomo dari Kab. Bandung, 2) Suranto dari Depok, 3) Yusuf Maulana dari Kab. Bekasi, 4) Sumedi Saputra dari Kab. Sukabumi, 5) Aris Ripandi, Kota Sukabumi, dan 6) Gery, pelaksana harian ketua Relawan TIK Jawa Barat. Semuanya menggunakan kasur milik kampus, sehingga lima kasur yang dipinjang dari Ponpes tidak digunakan. Namun karena bantal punya Prodi hanya dua, kekurangannya menggunakan bantal yang dipinjam dari Ponpes. Syukurlah semuanya bisa tidur di atas kasur dan bantal. 


Tengah malam itu saya diskusi dengan ketua Relawan TIK Jawa Barat hingga pukul dua membahas tentang pilot project Relawan TIK Indonesia di wilayah Jawa Barat. Bahasan tersebut yang akan didiskusikan selepas bimbingan teknis dengan peserta yang merupakan anggota Relawan TIK Indonesia. Setelah diskusi dirasa cukup, saya pun pamit pulang ke rumah. Agak was-was juga pulang jalan kaki pukul dua itu dari kampus ke rumah, walau jaraknya tidak terlalu jauh. Takut disangka maling, apalagi baju yang digunakan hitam-hitam, hahaha. 

Keesokan harinya saya ke kampus pukul 08.30. Peserta mulai berdatangan di Area 306. Saya ajak semua yang telah hadir untuk sarapan pagi di kantin al-Musaddadiyah. Tidak lupa saya izin ke teh Rosa dan kang Budi dari VMeet untuk membawa teman-teman sarapan. Alhamdulillah, di kantin saya bertemu kembali dengan penjual makanan yang sering saya temui saat mahasiswa dulu. Saya memang hampir tidak pernah main ke kantin lagi selepas pindah rumah. Bapak penjualnya senang bertemu lagi dengan saya. Syukurlah saya bawa uang pendaftaran kuliah paskasarjana saya di tas, sehingga bisa membayar semuanya. Maklumlah, gajinya baru hari ini cair dan belum diambil di ATM. 

Sebelum ke Area 306 saya ajak teman yang memerlukan sistem informasi kampus untuk melihat aplikasi dan bertemu dengan kepala Unit SIstem Informasinya. Sementara saya ajak teman lainnya untuk mengunjungi kantor tempat saya bekerja sambil mencetak skema alat teleconference yang ada di dalam smartphone dengan menggunakan printer nirkabel di kantor. Skema tersebut diperlukan untuk keperluan bimbingan teknis. 

Acarapun saya pimpin dan dimulai dengan menjelaskan rencana kegiatan. Teh Rosa mewakili Vmeet membuka kegiatan, sementara kang Budi memberi pengantar tentang VMeet dan Musrenbang Online. Dalam kesempatan tersebut tidak lupa saya menyampaikan usulan agar VMeet bekerjasama dengan Relawan TIK Indonesia wilayah Jawa Barat. Setelah itu kang Maman Darmawan, salah satu tim teknis tahun lalu memimpin latihan penggunaan aplikasi Vmeet nya. 


Di tengah pelatihan tersebut, Dr Hilmi Aulawi - ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut menyempatkan waktu hadir di tengah kesibukannya menerima tamu di kampus. Satu hari sebelumnya saya memang meminta beliau untuk memberi sambutan selaku tuan rumah sekaligus memperkenalkan kampus kepada para peserta. Dalam sambutannya beliau menyampaikan tentang pentingnya HKI. Beliau siap membantu Relawan TIK Indonesia dalam pengurusan HKI. Hal ini sejalan dengan tugas saya selaku ketua bidang pengembangan sumber daya manusia yang tidak hanya membentuk kapasitas anggota Relawan TIK Indonesia tetapi juga mengumpulkan dan melindungi produk hasil berfikirnya. Saya memberi isyarat kepada peserta dari Relawan TIK Indonesia wilayah Jawa Barat dan ketuanya agar dapat membuat HKI pada tahun 2017. Bagi saya HKI ini merupakan jalan pengakuan terhadap pembuat karya intelektual yang penting untuk dilakukan sekalipun semua yang dihasilkan oleh Relawan TIK berangkat dari niat beramal dan dilakukan secara sukarela. Jangan sampai sesuatu yang dibuat secara sukarela untuk masyarakat tersebut diambil oleh perusahaan atau siapapun untuk kemudian dikomersialkan tanpa izin dari pemilik kekayaannya. 


Alhamdulillah, sebagaimana janjinya Vmeet memberikan uang pengganti transportasi kepada peserta yang hadir. Dari semua yang hadir saya menuliskan nol rupiah untuk saya karena merasa tidak mengeluarkan uang untuk perjalanan dari rumah ke Area 306. Hal ini juga untuk menjadi perhatian peserta lainnya untuk menuliskan usulan biaya transportasi sesuai kebutuhan yang sebenarnya. Estimasi biayanya yang telah saya sesuaikan sesuai dengan kebutuhan disampaikan kepada seluruh peserta. Saya meminta persetujuan semua peserta atas etimasi tersebut. Semua peserta yang hadir saya pastikan menerima uang penggantian transportasi, termasuk peserta yang tidak menuliskan jumlah rupiahnya di dalam daftar. Beberapa di antaranya saya tambah dan kurangi jumlah rupiahnya berdasarkan pola usulan. Saya meminta persetujuan perubahan tersebut di dalam forum kepada peserta yang bersangkutan. Alhamdulillah tidak ada yang keberatan, yang semoga itu mengartikan saya telah membaginya dengan adil atau proporsional. Berkas estimasi yang telah ditandatangani oleh seluruh peserta kemudian saya kirim di grup Whatsapp sehingga semua peserta mengetahui apa yang saya laporkan kepada Vmeet sama dengan apa yang ditandatangani. 

Teh Rosa sempat bertanya soal nol rupiah untuk saya. Pun demikian di penghujung bahasan soal estimasi ada peserta yang mengusulkan saya mendapatkan alokasi transportasi. Tapi saya berhasil menjelaskan bahwa itu tidak diperlukan karena saya memang tidak mengeluarkan uang perjalanan. Yang penting bagi saya adalah uang pendaftaran kuliah yang terpakai sebelumnya kembali ke saku saya, dan ada uang infaq ke Ponpes terkait peminjaman peralatan tidur. 

Kegiatanpun selesai selepas Ashar. Di akhir pertemuan tersebut saya meminta maaf karena tidak menyediakan makan siang karena tidak ada anggaran untuk itu, dan berharap semua peserta dapat membelanjakan sebagian dari biaya penggantian transportasi untuk makan siang tertunda. Memang acaranya mendadak dan saya tidak bisa menggunakan tenaga staf atau mahasiswa karena kebetulan kampus sedang ujian tengah semester. Begitulah relawan dalam kegiatan relawan, terkadang tidak hanya sekedar kemampuan yang disedekahkan kepada masyarakat, tetapi juga uang. Semoga semua anggota Relawan TIK Indonesia yang hadir diberikan rizqi berlimpah dan tidak kurang sedikit pun, amin. Saya sempat berpesan kepada kang Maman untuk makan dulu sebelum pulang ke Ciamis agar tidak masuk angin. 

Luar biasanya hampir semua peserta hadir dalam pertemuan anggota Relawan TIK Indonesia walaupun yang ada yang bukan anggota. Katanya tertarik untuk mengetahui Relawan TIK Indonesia itu apa. Beberapa di antaranya menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Relawan TIK Indonesia setelah mendapatkan penjelasan dari saya dan kang Gery dalam kegiatan sesi kedua tersebut. Kegiatan sesi kedua tersebut ditutup dengan pembuatan rekomendasi anggota kepada Pengurus wilayah Jawa Barat terkait permasalah organisasi dan kegiatan Relawan TIK Indonesia di wilayah Jawa Barat. 


Tim teknis yang hadir bimbingan teknis hari itu antara lain : 1) Saya dari Garut, 2) Maman Darmawan dari Ciamis, 3) Aris Ripandi dari kota Sukabumi, 4) Sumedi Saputra dari kabupaten Sukabumi, 5) Nazrudin Latif dari kota Bandung, 6) Suranto dari Depok, 7) Muchamad Khaerudin dari kota Cirebon, 8) M. Ridwan dari kabupaten Cirebon, 9) Ipan Zulfikri dari kota Tasikmalaya, 10) Yusuf Maulana dari kota Bekasi, 11) Irsan Maulana dari kota Cimahi, 12) Dik dik Nursidik dari Banjar, 13) Widyi Utomo dari kabupaten Bandung, 14) A. Nuroni dari Cianjur, 15) Deden dari Sumedang, dan 16) Yudiana dari Karawang, ditambah pelaksana harian ketua Relawan TIK Jawa Barat.

Saya tidak punya cukup tenaga untuk membereskan kabel, printer, dan lainnya. Syukurlah staf Prodi masih ada di Area 306 sehingga saya dapat memintanya untuk membereskan semuanya. Rasanya saya tidak sanggup untuk mengembalikan perlengkapan tidur yang dipinjam dari Ponpes sore itu sesuai yang dijanjikan. Saya pun memutuskan untuk pulang, salat Ashar dan minum. Perut kanan saya lumayan sakit, mungkin karena kurang minum atau belum diisi. Syukurlah kondisinya menjadi baik setelah saya makan di rumah. 

Malam ini pukul 21, sebagaimana biasanya selepas kegiatan saya menuliskan pengalaman ini untuk menjadi evaluasi pribadi di masa mendatang, dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Amin. 

Non Muslim boleh disebut Sunan atau Santri ?

$
0
0


Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Sunan memiliki dua pengertian, 1 sebutan raja untuk keraton Surakarta (di Jawa); 2 penyebutan nama untuk para wali: -- Kalijaga; Secara umum kita memahami bahwa sunan itu tidak selalu waliyullah tetapi mungkin juga hanya seorang pemimpin pemerintahan yang disebut kesunanan. 

Dalam buku Mistik Kejawen pujangga Ronggowarsito yang ditulis oleh Purwadi atau Mendamaikan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang ditulis oleh A.M. Waskito ada pemimpin kesunanan yang disebut Sunan Bagus, yakni Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Mendapatkan gelar tersebut mungkin karena wajahnya yang rupawan. Pemilik nama asli adalah Raden Mas Subadya ini merupakan raja pengusung gagasan Persatuan Kerajaan Mataram, dan beliau tertarik dengan ajaran Wahabi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Sunan merupakan gelar yang dapat diberikan kepada pemimpin pemerintahan, termasuk yang mengikuti ajaran Wahabi. Berbeda dengan Walisongo yang dipercaya sebagai pemimpin agama yang memiliki karomah, dan sebagian di antaranya adalah juga pemimpin pemerintahan, serta mengikuti ajaran Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. 

Oleh karenanya gelar sunan dapat disematkan kepada pejabat pemerintahan non muslim. Dalam terminologi bahasa Indonesia, gelar Sunan tidak hanya monopoli pemimpin agama yang memiliki karomah dan yang mengikuti ajaran selain Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. 

Adapun Santri, KBBI mengartikannya sebagai 1 orang yang mendalami agama Islam; 2 orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh; orang yang saleh; Disebutkan dalam buku Pribadi Akhlakul Karimah yang ditulis oleh A. Fatih Syuhud disebutkan bahwa Santri secara etimologis adalah seorang pelajar yang sedang menimba ilmu di Pesantren, sehingga yang tidak mondok tidak disebut santri. Walau demikian dalam konteks sosiologis, Santri adalah setiap orang Islam yang relatif taat dalam menjalankan ajaran Islam, baik dia alumnus pesantren atau bukan. Dengan kata lain Santri adalah mereka yang dalam perilaku kesehariannya menjalankan ajaran Islam, baik mereka itu mondok (santri mukim) ataupun tidak (santri kalong). 

Ada juga yang berpendapat Santri itu berasal dari kata cantrik yang berarti pembantu resi (yang dalam Islam disebut Kyai atau Ulama) yang diberi upah berupa ilmu. Dengan bahasa umum kita bisa memahami bahwa santri ini adalah mereka yang berkhidmat kepada pimpinan agama demi ilmu. Artinya siapa saja yang mencari ilmu dari pemimpin / guru agama disebut sebagai santri, karena syarat disebut santri adalah adanya interaksi dengan pemimpin agama tersebut, bukan sebarapa dalam atau mampu mengamalkan ilmunya. Seseorang yang datang ke hadapan guru agama / ulama / kyai untuk mendapatkan ilmu, disebut sebagai santri. Sepulangnya dari sana dia tidak disebut santri seandainya tidak berusaha mengamalkan ilmu yang sudah diperolehnya, dan baru disebut santri lagi setelah dia kembali menghadap atau mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.       

Dalam salah satu pengertian disebutkan orang yang dimaksud harus beragama Islam. Tetapi kita tahu yang mempelajari islam tidak harus seorang muslim, dan seorang muslim disebut santri walau menimba ilmu sebentar dari guru agama. Artinya non muslim yang menghadap kyai, mendengarkan ilmu agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, dia boleh disebut sebagai santri. Pada abad pertengahan di masa kejayaan Islam, lembaga pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu duniawi berbasis agama, yang peserta didiknya tidak hanya muslim tetapi juga non muslim.   

Mengenalkan Manfaat Smartphone kepada UKM Cinderamata bersama Disbudpar Garut

$
0
0


Garut, 26 April 2017, bertempat di Hotel Redante saya memenuhi permintaan Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) kabupaten Garut untuk mengenalkan kegunaan smartphone bagi pelaku usaha kecil menengah khusus cinderamata. Permintaan pertama disampaikan oleh pak Irno Sukarno pada hari Senin. Beliau menemukan saya di internet dengan kata kunci "Komunitas TIK" berbekal informasi dari Bappeda Garut. Dalam komunikasi pertama, sempat salah dengar terkait tanggal pelaksanaan. Saya mengira bulan Mei sehingga saya menyampaikan kepada beliau akan melihat rencana kegiatan dulu pada tanggal tersebut. Seandainya tidak bisa saya akan merekomendasikan nama pegiat TIK lainnya yang kompeten sebagai pemateri utk menggantikan saya. 

Keesokan harinya, dalam perjalanan menuju ITB, Kabid (kepala bidang) Promosi Disbudpar Garut mengontak untuk mengonfirmasi kesediaan saya sebagai pemateri. Panggilannya tidak bisa diangkat karena sedang membawa kendaraan, dan juga karena hanphonenya agak bermasalah. Akhirnya saya dapat menghubungi beliau dan menyampaikan kesiapan menyampaikan materi tersebut pada hari esok. 

Malam hari saya siapkan materinya dengan bantuan mbah Google. Sebagian slide saya ambil dari presentasi sebelumnya terkait Ekonomi Digital. Akhirnya slide pun selesai pukul setengah dua pagi dan langsung dibagikan di Facebook agar yang tidak hadir bisa ikut melihat apa yang akan saya sampaikan dalam acara nanti. Setelah itu saya berusaha untuk tidur walau agak susah mata ini terpejam. Perut ini keroncongan, tetapi saya tidak ingin mengisi makanan apapun ke dalamnya. 

Keesokan harinya, seperti yang disampaikan oleh pak Kabid saya hadir sekitar pukul delapan pagi. Ternyata saya kebagian mengisi materi tidak di sesi pertama. Karena masih banyak pematerinya, saya mohon izin untuk ke kampus terlebih dahulu karena ada undangan rapat pimpinan yang masuk melalui Whatsapp. 

Setelah selesai mengikuti rapat, dan makan siang di rumah, saya pun beranjak ke lokasi kegiatan lagi. Di sesi terakhir itu saya dipandu oleh pak Irno Sukarno. Materi yang saya sampaikan dibagi menjadi tiga termin, 1) Sadar Teknologi, 2) Melek Teknologi, dan 3) Pendampingan. 

Dalam kesempatan tersebut saya menyampaikan bahwa manfaat jejaring sosial bagi usaha sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya "Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim). Semangat persaudaraan yang utama adalah melayani orang lain. Pebisnis akan bertanya kepada temannya di media sosial apa yang bisa dibantu, termasuk menawarkan kesempatan bisnis. 

Saya pun menjelaskan bahwa pertemanan ini tidak dibatasi hanya orang-orang yang dikenal dan di Indonesia saja, tetapi harus lintas bangsa. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat: 13). Inilah kesempatan yang ada pada dunia datar internet, yakni interaksi dengan siapa saja secara efisien untuk kepentingan apapun, termasuk bisnis. 

Saya tunjukan grafik pengguna smartphone di Asia Pasifik dan Asia Tenggara. Nampak di sana bahwa pengguna terbanyak adalah Cina dan pertumbuhan penggunanya di Indonesia signifikan. Kesempatan ini harus dimanfaatkan oleh UKM di Indonesia dengan mengoptimalkan pemanfaatan smartphone. Smartphone harus dijadikan pekakas untuk membanjiri Cina dengan produk made in Garut. Hal itu sangat mungkin karena marketplace Cina saja sekarang sudah masuk ke dalam rumah-rumah di Garut.  

Ternyata masih ada peserta yang tidak memiliki akun Facebook, media sosial kedua yang paling banyak digunakan di Indonesia. Saya menyampaikan kepada peserta bahwa Facebook harus diakses karena di sana terdapat pengguna produk potensial. Facebook adalah salah satu media sosial yang menyediakan solusi marketplace gratis dan promosi menguntungkan karena penggunanya yang sangat banyak. Saya menunjukan caranya, termasuk mengkombinasikannya dengan Bukalapak sebagai salah satu marketplace terbaik di Indonesia. 

Terakhir saya sampaikan bahwa Prodi (program studi) Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut menjadikan Smart TIGER sebagai acuan kegiatan Tridharma nya. TIGER bermakna Pariwisata / Tourism yang ditunjang oleh pilar Industri Kreatif, Pendidikan / Educations, dan Agama / Religious, dengan yang berdiri dengan dukungan Pemerintahan / Goverment. Banyak produk akademik dalam topik Pariwisata seperti Aplikasi Pemandu Wisata. Prodi juga memiliki Area 306, pusat layanan profesi dan keahlian. Di dalamnya terdapat inkubator bisnis digital. Tidak lupa saya informasikan rencana kegiatan workshop e-Commerce yang akan digelar Area 306 dengan NAWALA pada bulan Mei 2017 yang akan diselenggarakan selama dua hari, di mana satu hari untuk Entepreneur Kampus dan satu hari lagi untuk UKM umum.  Saya juga menginformasikan kegiatan Dinas Koperasi Jawa Barat dan HIPMI terkait UKM. 

Hal penting selain membagikan pengetahuan dalam kegiatan tersebut adalah diskusi dengan kepala Disbudpar Garut. Beliau tertarik bermitra dengan Sekolah Tinggi Teknologi Garut terkait pemanfaatan teknologi informasi untuk promosi pariwisata. Beliau berharap kemitraan ini dapat mewujudkan mimpi berbasis teknologi informasi yang sementara ini belum terwujud. Sangat kebetulan sekali karena penanggung jawab untuk pengembangan teknologi informasinya adalah Diskominfo, dan Sekolah Tinggi Teknologi Garut telah menjalin kerjasama formal dengan Dinas tersebut. Alhamdulillah, semoga barokah. 



Pelatihan TIK Nasional Ponpes bersama Kemenag RI

$
0
0

Kamis 11 Mei 2017 adalah hari pertama kegiatan Diklat Teknis Substantif Ponpes (Pondok Pesantren) materi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag (Kementrian Agama) Republik Indonesia. Dilaksanakan di Sekolah Tinggi Teknologi Garut dan melibatkan dosen program studi informatika serta ustadz Ponpes al-Musaddadiyah sebagai instruktur. Ketua tim instruktur - Dr Nahdi Hadiyanto menunjuk saya seperti biasa sebagai perumus materi pelatihan. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan hasil komunikasi antara perwakilan Badan tersebut dengan perwakilan Yayasan al-Musaddadiyah pada tanggal 24 Februari 2017. 


Kesempatan ini saya gunakan untuk melibatkan dosen sebanyak mungkin sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh program studi teknik informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut pada semester ini. Saya menangkap dari susunan acara yang disampaikan oleh panitia dari Kemenag bahwa materinya terkait pembelajaran dengan pemanfaatan TIK. Asalnya satu materi berlangsung setengah hari, kemudian saya split menjadi tema2 tertentu agar lebih variatif dan banyak dosen yang terlibat. Susunan materi tersebut dapat diterima untuk kemudian dijalankan oleh dosen yang saya pilih atau mengajukan diri sebagai instruktur.


Pembukaan kegiatan dilaksanakan pada malam hari tanggal 10 Mei 2017 di Hotel Sabda Alam, tempat panitia dan pesertanya menginap. Saya diajak Dr Nahdi Hadiyanto untuk menghadiri pembukaan tersebut. Turut hadir bersama kami pimpinan Ponpes al-Musaddadiyah yang dalam acara pembukaan tersebut menyampaikan profil KH Anwar Musaddad. Saya mewakili tim pelatih diberi kesempatan pula untuk menjelaskan materi yang akan diberikan instruktur kepada peserta. 


Dalam pelatihan hari pertama nampak peserta antusias se antusias saat sesi penjelasan materi malam itu. Peserta tertarik dengan penggunaan aplikasi internet yang saya gunakan untuk keperluan pelatihan, sehingga saya mintakan kepada Ridwan Setiawan pengampunya untuk menyertakan di dalam materinya. Sebelumnya saya juga menerima informasi dari pemateri sesi sebelumnya di Jakarta - Indriyatno Banyumurti bahwa peserta minta diajari blog dan aplikasi penapisan konten. 

Menariknya mas Indriyatno Banyumurti yang mewakili Kemkominfo ini adalah ketua umum Relawan TIK Indonesia Pusat periode sebelumnya, dan saya di sesi keduanya adalah ketua bidang pengembangan sumber daya manusia Relawan TIK Indonesia Pusat. Dengan demikian acara ini telah disentuh oleh Relawan TIK Indonesia walaupun dalam pelaksanaannya Relawan TIK Indonesia secara organisasi tidak terlibat. Pada pertemuan bulan Februari itu saya telah mengenalkan Relawan TIK Indonesia yang dibidani kelahirannya oleh Kemkominfo RI kepada rombongan dari badan tsb. Saya sampaikan bahwa Relawan TIK Indonesia dapat membantu pemanfaatan TIK di Ponpes. Dan saya kira kebetulan juga kalau dalam kegiatan Diklat ini, saya dan mas Indriyatno dari Relawan TIK Indonesia ikut melatih peserta kegiatan. 

Apabila Pasal Penistaan Agama Dihapuskan

$
0
0

Apabila pasal penistaan agama dihapus, maka pemeluk agama akan bebas menistakan agama lainnya. Kebebasan tsb memicu munculnya konflik agama yang tidak berkesudahan baik di dunia maya ataupun nyata, yang tidak dapat diselesaikan atau dicegah oleh hukum atau negara, hingga pada akhirnya pengebirian Pancasila dianggap sebagai solusinya setelah agama sukses dianggap sebagai racun mematikan.

Pengebirian tersebut terjadi karena agama dibatasi ruang pengamalannya, tidak diamalkan dalam seluruh sila Pancasila. Inilah tujuan akhir yang diharapkan oleh sekelompok yang memaksakan ismenya dan menganggap NKRI hanya miliknya sendiri. Kondisi akhir tsb tidak membangun persatuan, keluar dari semangat pendiri bangsa, dan menempatkan NKRI pada posisi yang rawan.

Kerawanan inilah yang disenangi oleh pengamal penjajahan gaya baru, sehingga Indonesia walau nampak maju berkembang tetapi "kunci hartanya" dipegang oleh sekelompok orang saja baik dari kalangan pribumi ataupun penjajah, jika itu semua terjadi. Karenanya tidaklah mengherankan apabila negara yang berkepentingan terhadap sumber daya Indonesia atau sekelompok pribumi yang menjadi satelit, atau mitranya, atau zombinya, menjadi sangat vokal terhadap usaha penghapusan pasal tersebut.

Pelatihan Ecommerce untuk UKM di Garut Bersama Nawala

$
0
0

12 Mei 2017 merupakan hari pertama pelatihan ecommerce untuk UKM (Usaha Kecil dan Menengah) di Garut yang diselenggarakan oleh Prodi (Program Studi) Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut dengan Nawala. Pelatihan diselenggarakan selama dua hari, di mana setiap harinya diikuti oleh kelompok peserta yang berbeda. Kegiatan ini diselenggarakan sekalian mengenalkan keberadaan Area 306 di Garut yang fokus pada ekonomi digital di Garut. 

Kegiatan ini tidak lepas dari interaksi saya dengan Nawala sejak tahun 2012. Saat itu diselenggarakan kegiatan pengukuhan Relawan TIK Garut di mana Nawala saya hadirkan sebagai salah satu pembicaranya. Saat itu yang mewakili Nawala adalah kang Irwin Day dan kang Aditrantra. Sengaja saya hadirkan untuk memperkaya pengetahuan masyarakat bahwa penapisan konten tidak hanya dengan pendekatan pengetahuan seperti yang dilakukan oleh ICTWatch (yang juga saya hadirkan saat itu, dan diwakili oleh kang Donny B.U.), tetapi juga dengan pendekatan teknologi.  

Kegiatan ini didorong pelaksanaannya oleh kang Yamin dari Nawala. 3 April 2017 kang Yamin menginformasikan melalui aplikasi Telegram bahwa Nawala akan berada di Majalengka pada tanggal 4 - 6 Mei 2017. Saya diminta beliau untuk hadir tanggal 5 April 2017. Beliau bahkan menyediakan hotel untuk menginap pada tanggal 5 dan menyediakan ongkos transfortasi. Beliau ingin mengadaptasikan hasil di Majalengka ke Garut. 

Namun pada tanggal 5 April itu saya memberi kabar tidak bisa hadir karena sibuk menyiapkan tim teknis VMeet untuk Musrenbang Online Jawa Barat, bertemu dengan Diskominfo Garut terkait integrasi sistem, dan penyiapan studi lanjut. Kang Yamin kemudian mengatakan Nawala akan langsung masuk Garut, Saya diminta untuk menghubungi kang Irwin untuk kegiatan pelatihan bagi UKM di Garut.

Sebelumnya kang Yamin sebenarnya telah menyatakan bahwa konsumsi merupakan urusan kami. Namun saya tidak punya banyak waktu untuk mendapatkan sponsor. Di lain sisi saya ingin kegiatan ini terlaksana mengingat manfaatnya bagi UKM di Garut. Dalam pembicaraan selanjutnya saya mengajukan pertanyaan apakah panitia boleh menerapkan uang pendaftaran untuk keperluan konsumsi bagi peserta? Alhamdulillah akhirnya Nawala setuju biaya konsumsi peserta juga akan ditanggung. Dengan demikian saya hanya perlu menyiapkan Area 306 sebagai tempat kegiatannya dan peserta dari UKM di Garut. Peserta dapat mengikuti kegiatannya dgn bebas biaya.

Tidak susah mengumpulkan peserta kegiatan dari kalangan UKM, karena saya diberi kesempatan oleh Allah sehingga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Garut menunjuk saya sebagai pemateri dalam kegiatan seminar yang dihadiri oleh UKM kluster handycraft dan Dr Dudi Sudrajat - kepala Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat mendorong ketua GUMKEMINDO (Gabungan UKM Indonesia) cabang Garut untuk menemui saya. Dalam kegiatan seminar itu saya menyampaikan rencana untuk mengundang peserta untuk dapat ikut dalam pelatihan ecommerce. Dan dalam kesempatan berbincang di kantor Prodi Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut saya menyampaikan rencana kerjasama kegiatan di Area 306 dengan ketua GUMKEMINDO, yang diawali dengan kegiatan pelatihan ecommerce. Ketua GUMKEMINDO ini ternyata juga pengurus HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Garut satu angkatan dengan saya.

Setelah saya mengirimkan poster kegiatan di grup Forum Masyarakat Informasi Garut, rupanya kepala Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat menghubungi ibu Kiki dari Nurbaya dan memintanya untuk menemui saya. Hal tersebut saya ketahui berdasarkan penjelasan ibu Kiki. Pak Dudi Sudrajat memang bukan sejak menjabat kepala Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat saja menunjukan sikap perduli kepada apa yang saya usahakan di Garut, tetapi sejak beliau menjabat sebagai kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat. Beliau banyak memberikan kesempatan kepada saya untuk membagikan gagasan kepada Dinas Komunikasi dan Informatika di lingkungan Jawa Barat dan juga Bappeda Jawa Barat. Semoga Allah memberikan pahala yang sama saya dapatkan saat membagikan gagasan tersebut. Amien.


Dalam kesempatan komunikasi melalui Whatsapp, ibu Kiki menawarkan diri kepada saya untuk melengkapi kegiatan pelatihan dengan Seminar. Namun saya sampaikan kepada beliau bahwa acaranya telah fix dan saya menjanjikan akan membuat kegiatan khusus dengan beliau pada kesempatan yang lain. Karena ibu Kiki ingin bertemu dengan saya, namun kesempatan beliau hanya pada tanggal yang sama dengan dua kegiatan tersebut, maka saya menjanjikan akan mengutus Rikza - koordinator bidang Inkubasi Bisnis Area 306 untuk bertemu dengan beliau. 

Pada tanggal 3 Mei 2017 saya kirimkan surat permohonan penyelenggaraan kegiatan atas nama Area 306 Sekolah Tinggi Teknologi Garut kepada Nawala. Di dalam surat tersebut terlampir estimasi waktu dan biaya yang diajukan kepada pihak Nawala. Estimasi tersebut saya susun untuk kebutuhan konsumsi peserta dan panitia gabungan (Area 306 dan Nawala). Walau biayanya disetujui oleh Nawala untuk diganti, namun saya harus mencari dananya dulu. Syukurlah Ridwan Setiawan, sekretaris saya di Prodi mengambil inisiatif menggunakan dana kegiatan lain yang ada di Prodi, sehingga pengadaan konsumsi dapat diatasi. Namun setelah diskusi dengan Risa Kristalia yang menyediakan konsumsinya, ternyata jumlah kebutuhannya melampaui estimasi yang saya buat. Saya memilih untuk tawakal saja karena yakin Allah membukakan jalan bagi setiap hamba-Nya yang hendak berbuat baik. 

Dalam kondisi kelelahan paska kegiatan satu hari sebelumnya menyiapkan Area 306 bersama Rikza dan melaksanakan pelatihan TIK Kementrian Agama Pusat di kampus, saya pun menghadapi saat pertama kegiatan pelatihan ecommerce. Karena ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut berhalangan hadir, maka saya serahkan pelaksanaan kegiatannya langsung kepada kang Irwin Day dari Nawala. Hari itu saya harus merasa cukup meluncurkan Area 306 dengan dimulainya pelatihan ecommerce pada tanggal 12 Mei 2017 tersebut.  

Sementara itu dalam waktu yang sama saya juga mengawasi pelaksanaan kegiatan pelatihan TIK Kementrian Agama Pusat di tempat lain. Syukurlah ada panitia dari Kementrian Agama Pusat yang mengkondisikan kegiatan di lokasi, sehingga saya dapat fokus hanya pada pemenuhan jadwal oleh instruktur saja. Beberapa dosen yang menjadi instruktur dan juga panitia pelatihan ecommerce juga ikut membantu. Sekretaris dan staf saya di Prodi tidak bisa maksimum membantu sehubungan dalam waktu yang bersamaan Prodi tengah menghadapi agenda seminar proposal penelitian. 



Kebetulan di laboratorium Data ada kegiatan pelatihan TIK untuk Pondok Pesantren yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama Pusat. Saya ajak sekalian kang Yamin dan kang Irwin untuk mengenalkan Nawala, khususnya content filtering nya. Kebetulan kang Indriyatno pernah menyampaikan kepada peserta tentang content filtering tersebut. 


Lepas kegiatan hari itu, pak Yamin meminta saya bersiap pukul 7 untuk menjadi pemandu ke rumah makan sate Maranggi yang lezat di Garut sekaligus pergi melihat Garut dari ketinggian Puncak Darajat. Rupanya kang Irwin Day ini penikmat sate dan soto, sehingga ini adalah hari kedua baginya menikmati sate. Setelah itu kami menuju Puncak Darajat untuk menikmati panorama Garut, terutama gunung Cikuray malam hari, hingga pukul 11 malam. 


Begitu sampai di gerbang rumah, istri saya menyambut keluar dan mengabarkan kalau orang tua dan kakak saya sudah sampai di rumah dan sedang beristirahat. Istri mengajak saya untuk belanja ke Alfa untuk keperluan di rumah. Tengah malam itu pun saya mencoba memperbaiki pelampung toilet duduk yang bermasalah, yang ternyata tidak bisa diperbaiki walau waktu telah menunjukan pukul setengah satu. Saya lihat istri telah tertidur pulas di kasur bersama keponakan, lalu kemudian saya pun tertidur. 

Esok harinya karena lelah saya pun tertidur sehingga tidak dapat hadir pada waktu kegiatan pelatihan TIK ponpes dimulai. Syukurlah instruktur yang bertugas hari itu telah siap di kampus sehingga saya tidak perlu datang untuk memastikan kegiatan tanggal 13 Mei 2017 ini berjalan. Saya berangkat ke Area 306 setengah jam sebelum pelatihan ecommerce dimulai. 

Dalam rentang waktu hingga menjelang Dzuhur, saya selesaikan slide presentasi untuk materi pelatihan TIK yang harus saya laksanakan pukul 13.00. Dalam rentang waktu tersebut pula saya baru sempat melaporkan secara langsung dua kegiatan tersebut kepada ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Sebelumnya saya melaporkan rencana dan pelaksanaan kegiatan melalui Whatsapp dengan mengirimkan data kegiatan berupa gambar terkait kegiatan. Beliau mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap Prodi Informatika dapat bersinergi dengan Prodi Teknis Industri yang juga memiliki perhatian terhadap UKM di Garut. Saya sampaikan kepada beliau bahwa sebelumnya saya tidak memahami apa yang bisa dilakukan oleh Prodi Teknis Industri dan Prodi Informatika dalam usaha pendampingan UKM di Garut. Namun setelah melihat kegiatan yang dilakukan oleh kedua Prodi ini, saya memiliki masukan kegiatan ke depan yang dapat dilaksanakan oleh kedua Prodi, dan mungkin juga melibatkan Prodi Teknik Sipil di Area 306.  

Siang hari itu saya mengucapkan terima kasih kepada kang Yamin dan kang Irwin melalui SMS dan Whatsapp atas kesediaan Nawala menyelenggarakan kegiatan pelatihan ecommerce di Garut. Saya melakukannya karena khawatir tidak dapat menemui tim Nawala di akhir kegiatan sehubungan dalam waktu yang sama saya menjadi instruktur pada kegiatan pelatihan TIK ponpes. 

Akhirnya dua kegiatan pengabdian kepada masyarakat itu berakhir, dan saya bisa melepas kesibukannya pada pukul 18 lebih. Siang itu saya melewatkan acara wisata keluarga ke Cangkuang. Saat tengah siang itu saya ke rumah semuanya berfikir saya akan ikut. Tetapi saya menjelaskan kalau acara tersebut harus dilewatkan karena ada kewajiban menjadi instruktur yang harus ditunaikan. Namun syukurlah hari itu saya bisa pulang lepas Magrib untuk memenuhi janji kepada istri untuk ikut mengantar ponakan makan Ramen dan membeli oleh-oleh khas Garut. 


Sedikit waktu interaksi saya dengan orang tua, kakak, dan keponakan dalam dua hari itu karena subuh hari Minggu semuanya kembali pulang ke Subang. Teringat beberapa minggu sebelumnya saya menyampaikan rencana kepada istri untuk mengunjungi keluarga menjelang Ramadhan. Alhamdulillah Allah memudahkan pertemuan itu, dan memudahkan semua kegiatan yang dikaruniakannya kepada saya dan Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 

Selanjutnya saya akan melihat bagaimana Allah membantu saya untuk menangani kekurangan biaya yang tidak masuk bantuan Nawala. Setidaknya dengan bantuan pak Nahdi Hadiyanto dan juga pak Yamin, saya telah berhasil menyediakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat bagi Dosen di lingkungan Prodi Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut untuk semester ini. Tawasul saya dgn amal baik untuk menyelesaikan masalah.

Diskusi Kolaborasi Pengelolaan Informasi Publik di Diskominfo Garut

$
0
0

16 Mei 2017 saya menghadiri kegiatan Focus Group Discussion di Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informasi) kabupaten Garut. Diskusi tersebut mengundang perwakilan akademisi dan wakil pegiat informasi di kabupaten Garut. Kepala Diskominfo Garut mengarahkan perhatian kami semua kepada pentingnya penyediaan saluran informasi dan komunikasi yang menjembatani pemerintah dengan masyarakat. Ketersediaannya menjamin aspirasi dan masukan dari masyarakat dapat ditangkap oleh pemerintah.

Dalam kesempatan tersebut saya menyampaikan beberapa point masukan sebagai berikut :
  • Agar pemerintah melaksanakan UU Keterbukaan Informasi Publik secara penuh dari tingkat desa / kelurahan hingga kabupaten. Dalam kesempatan kerja praktek 2017, mahasiswa informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut telah membuatkan aplikasi Lapor dan CMS badan publik yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan UU tersebut. 
  • Agar pemerintah mengoptimalkan saluran informasi dan komunikasi yg ada, seperti radio, TV, vidconf, dan kelompok informasi masyarakat di Garut, dan membuatkan portal di internet atau di aplikasi smartphone yang menjadi jalan masuk ke MEDIKOM (media informasi dan komunikasi). Di antara penelitian informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut tahun 2017 adalah Portal Web Kelompok Informasi Masyarakat.
  • Agar Diskominfo Garut mengoptimalkan kapasitas pentahelix (pemerintah, perguruan tinggi, perusahaan, komunitas, dan media) melalui forum yg dikelola dan dipelihara, dengan kegiatan yang tidak sekedar diskusi, tetapi juga merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengelolaan informasi publik di Garut. Sejak tahun 2014 Sekolah Tinggi Teknologi Garut bersama Diskominfo Garut telah merintis Konferensi komunitas TIK Garut dan FORMIGA (Forum Masyarakat Informasi Garut) untuk menjalin kerjasama program di antara helix. 
  • Agar masyarakat diberi kemudahan akses menuju saluran informasi dan komunikasi melalui beragam platform teknologi informasi dan komunikasi, seperti aplikasi smartphone, situs web, atau anjungan informasi dan komunikasi yang tersedia di ruang publik. Pengembangan teknologi tersebut dapat melalui kegiatan lomba yang diselenggarakan bersama Komunitas TIK Garut, atau praktek kerja nyata dan / atau penelitian yang diselenggarakan setiap tahunnya pada jurusan informatika, komunikasi, dan telekomunikasi seluruh lembaga pendidikan di Garut. 
  • Agar dilakukan pendampingan masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan informasi dan TIK yang dilakukan bersama elemen masyarakat seperti pegiatan atau relawan TIK baik di dalam kegiatan ekstrakurikuler di lembaga pendidikan (seperti satuan karya pramuka informatika) atau kegiatan tahunan bersama. 

Tidak lupa disampaikan di dalam forum bahwa ketua Relawan TIK Indonesia di Garut sudah tidak lagi dijabat oleh saya tetapi sudah diserahkan kepada Muhammad Rikza Nasrulloh. Kepada Sekretaris Diskominfo saya berjanji akan membuat skema atau model usulan saya tersebut. Malam harinya saya buat skema dengan nama Integrasi MEDIKOM, dan dibagikan di media sosial. 




Menyampaikan Gagasan Karakter Digital Nusantara

$
0
0

Pada tanggal 24 Mei 2017, bertempat di Pendopo Garut, saya menyampaikan materi Karakter Digital Nusantara dalam kegiatan Seminar Pendidikan berbasis Karakter yang dilaksanakan oleh Yayasan Intan Pembangun Karakter. Acara tersebut dihadiri umumnya oleh guru, dosen, dan mahasiswa. Tadinya saya akan memberikan gambaran tentang kelas digital, hanya saja mengenalkan teknologinya dalam seminar tidak lebih penting dibandingkan pemahaman karakter digital nusantara yang diperlukan oleh pendidik saat berinteraksi di ruang digital dengan peserta didiknya. Ketua pelaksananya adalah bapak Dikdik Hendrajaya, yang selalu menemani kegiatan pemberdayaan informatika di Garut semasa beliau menjabat selaku kepala Diskominfo Garut.


Dalam kesempatan waktu yang terbatas tersebut saya mengenalkan beberapa istilah kepada audien. Dimulai dari dunia berbasis sinyal data / digital dan interaksi antar node (manusia dan / atau mesin) di dalamnya yang dipengaruhi oleh perilaku digital. Di dunia digital, eksistensi manusia sama dengan mesin sehingga tidak lagi dikenal sebagai someone tetapi somethink. Wlaau demikian karakter node sangat mempengaruhi interaksi dan komunikasi yang terbangun satu sama lainnya. Noise psikologi yang berkaitan dengan karakter, mengganggu komunikasi di antara node (pengirim dan penerima sinyal) di ruang antara  / media. 

Persoalan psikologi itu saya ungkapkan dalam hubungan digital native yang hampir seluruh waktunya dihabiskan bersama perangkat digital, dengan digital immigrant yang kondisinya berkebalikan. Saya sampaikan bahwa digital immigrant tidak dapat mencegah digital native memperoleh keuntungan lebih dengan perangkat digital. Hijrah digital merupakan solusi agar digital immigrant memperoleh kesempatan yang sama, di mana digital native bertindak sebagai penolong / anshar bagi para immigrant / muhajirin tersebut. Digital anshar membantunya dengan memudahkan akses menuju perangkat digital yang digunakannya. 

Saya menjelaskan bahwa etika nusantara perlu diterapkan di dunia digital dalam wujud network etiquete (yang saya istilahkan etika digital). Setiap orang Indonesia harus tetap berkepribadian nusantara saat berinteraksi di dunia digital. Para pendidik memiliki tanggung jawab membangun karakter nusantara anak didiknya bukan hanya untuk digunakan di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Karakter nusantara yang digunakan di dunia digital itu saya istilahkan Karakter Digital Nusantara. Setiap orang Indonesia harus memegang teguh Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan digital sehari-hari. 




Perkenalan Pertama Mengajar

$
0
0

Pada waktu itu saya berdiri di hadapan adik kelas di SMP Negeri 2 Subang, dan semuanya mengenakan seragam Pramuka Penggalang. Dengan mengandalkan buku agenda milik kakak yang berisikan catatan materi kepramukaan, saya mengajarkannya hingga akhir studi di sekolah itu. Adakalanya sebelum mengajarkan lagu Pramuka di sekolah, lagu itu dinyanyikan bersama-sama dengan kakak dan ibu di rumah.  

Saya mengajarkan materi yang baru diketahui dari buku tersebut. Beberapa kode sandi baru yang dibuat setelah polanya ditemukan pun diajarkan. Kegiatan menyampaikan pengetahuan kepramukaan di sekolah itu berakhir pada tahun 1994 dengan pemasangan majalah dinding Pramuka dalam kertas A3 yang ditulis tangan.

Mungkin itulah pertama kalinya di dalam hidup ini saya merasakan bagaimana mengajar, mengembangkan bahan ajarnya, dan mengenal majalah dinding sebagai sarana pengajaran tidak langsung. Pengalaman itu membantu saya untuk dapat berdiri menyampaikan materi kepalangmerahan kepada anggota Palang Merah Remaja Wira Patut di SMA Negeri 1 Subang, pengetahuan keagamaan kepada teman-teman Generasi Muslim al-Muhajirin, dan pengetahuan informatika kepada teman-teman kuliah di kamar Pondok Pesantren Mahasiswa al-Musaddadiyah.


Saya mengenal sumber ilmu yang lain selain buku dan orang semasa kegiatan saya di Generasi Muslim al-Muhajirin dan Pondok Pesantren al-Musaddadiyah. Saat itu dalam kegiatan jelajah alam saya menyampaikan pendapat keilmuan kepada Mariam. Saya mengikuti alur fikir yang berjalan di dalam benak untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan. Entah kenapa alur itu terlihat selalu memiliki cabang. Setiap kali cabang itu dipilih, muncul cabang baru lagi. Sejak saat itu saya memahami bahwa menjawab pertanyaan atau mengajarkan pengetahuan itu dapat membukakan kesempatan untuk  mendapatkan pengetahuan baru.  


Selama kuliah dan mukim di Pondok Pesatren al-Musaddadiyah saya mengetahui adanya sumber pengetahuan lainnya yang tidak perlu mengikuti alur fikir. Beberapa tahun itu saya senantiasa untuk tetap bersuci dan dzikr. Suatu ketika dalam kegiatan dzikr rutin setiap Magrib yang dipimpin oleh KH Ir. Abdullah Margani Musaddad, saya mendengar suara di luar lantunan dzikir yang berisi pengetahuan seputar akidah Islam. Kemudian saya beranjak dari masjid menuju kamar untuk menuliskan apa yang saya dengar di buku tulis. Ada kalanya pengetahuan itu datang diawali dengan berubahnya bentuk dalam benak menjadi rangkaian kalimat. Adakalanya kalimat itu melesat dalam wujud cahaya yang harus saya ikuti terus agar kalimatnya tidak putus. Kondisinya seperti mimpi dalam keadaan sadar.

Satu buku catatan saya konsultasikan kepada ustadz Tauhid di Pondok Pesantren. Satu buku catatan lainnya saya bakar di Subang karena khawatir isinya menimbulkan fitnah. Pengetahuan akidah Islam yang saya peroleh di Pondok Pesantren seringkali digunakan untuk mengimbangi kalimat-kalimat yang saya tangkap. Saya tidak berusaha meyakinkan diri dari mana datangnya itu semua, sekalipun saya sudah mempelajari soal bisikan hati dari kitab Minhajul Abidiennya Imam al-Ghazali. Kepentingan saya hanyalah kepada kalimat-kalimatnya dan kesesuaiannya dengan pengetahuan yang saya terima dari ustadz saya.


Pada Akhirnya Kenikmatan Informatika Terasa

$
0
0

Informatika, bidang ini dipilihkan oleh Bapak untuk saya dengan pertimbangan pengumuman lowongan kerjanya senantiasa ada di surat kabar. Pagi itu saya dibawa Bapak berangkat ke Garut, setelah beberapa minggu sebelumnya proses seleksi Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri tidak saya tuntaskan karena marah setelah ditelanjangi masal untuk pemeriksaan kesehatan. Ibu dan bapak memutuskan saya kuliah di jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut agar dapat sekalian menimba ilmu agama di al-Musadddiyah, padahal saat itu saya sudah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan teknik mesin Sekolah Tinggi Teknologi Kutawaringin Subang. Saya tidak menolak dimasukan ke sana dan harus mukim jauh dari orang tua, sekalipun pada tahun-tahun awal kuliah saya sering sekali mudik. Saya menyengajakan diri memanfaatkan batas minimum presensi di setiap matakuliah agar dapat mudik. Saat itu rasa kangen dengan keluarga dan teman-teman Generasi Muslim al-Muhajirin senantiasa melingkupi hati, hingga saya bermimpi perjalanan saya selama satu tahun di Garut. 

Pada awal tahun kuliah di Garut itu saya belum menikmati cita rasa materi informatika yang diperoleh di kelas. Saya malah lebih asik mendengarkan dan menulis bisikan hati yang terbesit di sela-sela ceramah dosen. Saya tidak melakukan usaha yang luar biasa untuk menguasai bidang informatika. Kesanggupan untuk menyerap materi algoritma dan pemrograman lebih karena pengalaman sebelum kuliah dengan kalkulator warisan kakak yang dapat diprogram. Buku terkait informatika bekas studi kakak di matematika komputasi IPB tidak pernah saya baca. Bahkan beasiswa peningkatan prestasi akademik yang diberikan oleh KH Dr Maman Abdurrahman Musaddad (ketua Pondok Pesantren Mahasiswa) malah saya belikan satu set buku Fiqh Sunnah yang sering disebut oleh ustadz fiqh di Pondok Pesantren. Bolehlah saya sebut diri ini saat itu sebagai jiwa yang terkurung di dalam tubuh informatika. 

Tetapi perubahan terjadi setelah siang itu dibawa masuk oleh orang tua ke dalam kamar di Subang. Saya tidak menyebutnya sebagai kamar saya karena sepanjang hidup tidak pernah menetapkan satu kamarpun di rumah sebagai kamar sendiri. Di sana ternyata sudah ada Personal Computer yang dibelikan khusus untuk saya. Setelah itu saya mulai banyak menuliskan kode program Pascal dan buletin kampus. Buku pemrograman mulai mengisi rak buku di kamar. Mesin tersebut menyebabkan saya bertemu dengan teman di bengkel komputer yang mengajarkan cara otodidak memasang perangkat lunak dan meningkatkan kapasitas perangkat kerasnya. Mesin itu menghantarkan saya kepada pengalaman menjadi relawan teknologi informasi dan jurnalistik di kampus. Kegiatan relawan teknologi informasi di kampus saya sebut sebagai usaha penghapusan dosa, sementara kegiatan relawan jurnalistik disebut sebagai sedekah pengetahuan.


Menjadi Dosen adalah Takdir yang Tidak Diusahakan

$
0
0

Entah apa yang menjadi pertimbangan kakak tingkat sehingga saya direkomendasikan untuk menggantikan posisinya sebagai relawan yang membantu kepala Laboratorium Komputer di kampus. Saya lebih senang menyebutnya sebagai relawan dari pada asisten kepala karena pada dasarnya semua yang dilakukan adalah demi pengetahuan, dan demi amal atau pengabdian kepada kampus. Dari awal saya menduga kegiatan relawan ini akan menyita waktu dzikir harian, tetapi hati ini diteguhkan dengan keyakinan bahwa amaliah relawan itu dapat membantu membersihkan jiwa. Dan ternyata bukan hanya dzikir harian yang tersita waktunya, tetapi juga kegiatan jurnalistik. Buletin Persepsi yang berisi masukan kepada kampus hampir tidak lagi bisa saya kerjakan, bukan karena saya sudah menjadi bagian dari kampus. 

Kesempatan sebagai relawan itu membukakan pintu pengetahuan teknis terkait teknologi informasi yang diperoleh secara otodidak dan tidak diperoleh dari perkuliahan di kelas. Kesempatan itulah yang membuat saya dapat menjawab pertanyaan teknis dan mempraktekannya saat sesi wawancara kerja di PT Pratita Prama Nugraha Jakarta. Alasan manfaat itulah yang mendorong saya untuk mempertahankan keberadaan relawan di kampus. Dan usaha tersebut berhasil, sehingga sepuluh generasi relawan yang beramal di kampus berhasil dibentuk hingga terakhir saya menjabat sebagai kepala UPT Sistem Informasi. Di penghujung generasinya berhasil dibentuk Kelompok Pecinta TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dengan forum berbagi pengetahuan dan keterampilan TIK nya, yang kemudian saya leburkan dalam Komunitas TIK Garut dan diapresiasi oleh Gubernur sebagai Komunitas TIK terbaik se Jawa Barat. 

Walau tugasnya hanya melayani persoalan teknis di Laboratorium Komputer, tetapi  saya tidak berpangku tangan saat ada persoalan teknis di kantor. Mungkin karena niat awalnya memang untuk mengabdi kepada kampus dan bukan kepada kepala Laboratorium Komputer saja. Syukurlah KH Ir. Abdullah Marghani Musaddad sebagai ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut senantiasa memudahkan kegiatan relawan, seperti membelikan semua kebutuhan pengembangan infrastruktur TIK mulai dari penyediaan kabel jaringan, buku bacaan dan majalah, akses ruangan selama 24 jam, dan kegiatan seminar dan pelatihan untuk mahasiswa dan umum. Pernah saya sendirian memelihara komputer dua malam tanpa tidur, dan sempat dimarahi dosen karena data praktikumnya saya pindahkan ke server untuk sementara tanpa izin beliau. 

Pagi itu beberapa minggu selepas lulus kuliah pada tahun 2003, dalam perjalanan menuju keluar kompleks saya dipanggil oleh KH Ir. Abdullah Marghani Musaddad. Beliau menanyakan rencana saya selanjutnya setelah lulus kuliah. Saya jawab belum ada rencana kerja di manapun. Kemudian beliau meminta saya untuk dapat mengajar di Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Tetapi tidak adajawaban pasti yang saya sampaikan kepada beliau saat itu.

Siang harinya, ibu Dini Destiani (ketua jurusan Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut) datang ke salah satu Laboratorium Komputer di mana saya sedang melakukan pemeliharaan perangkat. Beliau meminta saya untuk bersedia mengampu salah satu matakuliah terkait perangkat komputer. Sama seperti jawaban kepada ketua Sekolah Tinggi Teknologi Garut, saya tidak memberikan kepastian. Namun karena beliau menyatakan harus segera menetapkan pengajar untuk semester yang akan berjalan, pada akhirnya kepada beliau saya meminta agar berkenan memaklumi sekiranya di tengah perjalanan pada akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke Subang. 

Tidak ada yang menjelaskan apa itu dosen dan bagaimana seharusnya tampil?. Saya hanya berusaha mengajar berdasarkan pengalaman dan menyampaikan pengalaman lapangan dalam perkuliahan. Saya masih tampil dengan rambut gondrong, baju kaos dan celana lapangan. Saya masih menjadi relawan di kampus sehingga tidak sungkan untuk naik tangga yang dibawa sendiri untuk memperbaiki kabel jaringan di saat mahasiswa berlalu lalang di kampus. Penampilan saya berubah setelah Dr Muhammad Ali Ramdhani memberi tahu sebaiknya saya mengenakan kaos berkerah sekiranya senang mengenakan kaos. 


Di kelas saya mengajari adik tingkat semua keterampilan yang diperoleh dari pengalaman menjadi relawan. Selalu saya ingatkan pentingnya usaha mencari pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman nyata di luar kelas. Dan syukurlah mahasiswa yang menjadi asisten saya di Laboratorium Komputer kini ikut menyiarkannya kepada teman-temannya setelah mereka melihat sendiri bukti dari apa yang saya sampaikan dalam kegiatan relawan yang diikutinya. Saya melihat mahasiswa di kelas lebih tertarik mendengarkan sesuatu yang berasal dari dunia nyata dari pada sekedar beberapa teori yang sudah dibayangkan wujudnya seperti apa. Teringat dulu saya pernah menanyakan kepada guru tentang seperti apa wujud memori yang sedang beliau bahas. Ternyata jawaban jelas dari pertanyaan tersebut saya temukan dalam kegiatan relawan di Laboratorium Komputer. 

Buku-buku bidang informatika mulai banyak saya baca untuk keperluan mengajar tersebut. Seperempat bagian dari rak buku saya sekarang sudah berisi buku tersebut. Pada awalnya buku-buku itu saya simpan di lemari perpustakaan Pondok Pesantren. Saya memang tidur di perpustakaan itu sejak kamar tidur saya berikan kepada teman yang ingin tidur di Pondok Pesantren. Sejak perpustakaan itu dibongkar, buku-buku itu saya simpan di lemari bekas kantor Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan yang saya rekondisi sendiri dan diletakan di salah satu tempat tidur yang disediakan oleh kampus. Saat buku itu dibawa ke rumah mertua dalam dus besar, mertua menyangka saya jualan buku. Buku itu masih ada sampai sekarang walau sebagian diantaranya belum tuntas saya baca. 


Siang itu di depan masjid kompleks, guru SMA Ciledug al-Musaddadiyah memberi informasi lowongan kerja sebagai Dosen di Kopertis IV. Saya pun segera berajak ke kampus untuk memberi tahu guru-guru. Syukurlah beliau semua tennyata sudah tahu dan mengurusnya. Sayapun pada akhirnya ikut menyiapkan lamarannya. Dr Muhammad Ali Ramdhani yang saat itu selaku wakil ketua bidang Akademik sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan dokumen yang diperlukan. 

Di tempat kost kakak, niat untuk tidak melanjutkan prosesnya sempat terucapkan kepada pak Eri Satria, salah satu Dosen saya yang juga ikut seleksi. Namun beliau menyemangati agar saya tidak berhenti di tengah jalan. Hingga pada akhirnya tahun 2015 saya dan beliau ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Hingga kini saya adalah Rinda Cahyana, Aparatur Sipil Negara Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang diperbantukan sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Teknologi Garut.  Saya hanyalah manusia biasa saja, yang menapaki karir sebagai Dosen karena kehendak Allah. Semoga Allah menjadikan karir ini barokah di dunia dan di akhirat, menjadi jalan penghapus dosa dan sedekah yang tidak terputus. 


FGD Jabar Smart Province

$
0
0

Rabu, 7 Juni 2017, bertempat di ruang pertemuan BAPPEDA kabupaten Garut, diselenggarakan FGD terkait kesiapan daerah menuju JBSP (Jawa Barat Smart Province). Kegiatan BPPKI (Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika) Bandung yang berada di bawah Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Sumber Daya Manusia Kemkominfo (Kementrian Komunikasi dan Informatika) Republik Indonesia itu diberikan sambutan oleh Sekretaris Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut. Saya turut hadir mewakili unsur masyarakat dari kalangan dosen perguruan tinggi (Negeri / Swasta).

Beberapa hari sebelumnya saya menerima surat undangannya dari Diskominfo kabupaten Garut. Surat tersebut ditujukan untuk Relawan TIK Indonesia cabang Garut. Saya sampaikan bahwa saya sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua organisasi tersebut, tetapi saya akan menyampaikan suratnya kepada ketua yang baru. Akhirnya saya kirimkan foto suratnya kepada Muhammad Rikza Nasrulloh selaku ketua umum pengurus Relawan TIK Indonesia cabang Garut melalui Whatsapp. 

Pada hari pelaksanaan, Rikza menghubungi dan bertanya tentang kehadiran saya dalam kegiatan tersebut. Saya sampaikan kalau saya tidak masuk dalam undangan. Sebelumnya saya pernah menanyakan kepada Diskominfo Garut apakah dosen Sekolah Tinggi Teknologi Garut turut diundang? Jawaban yang diterima adalah tidak ada informasi apakah diundang atau tidak, karena penyelenggaranya bukan Diskominfo Garut. Kalau saya lihat di lampiran daftar pesertanya dalam surat tersebut memang tidak dituliskan alamat dan telp Dosen yang dimaksud. 


Lima menit sebelum kegiatan Rikza kembali menghubungi dan mengatakan kalau saya diundang oleh penyelenggara. Katanya penyelenggara menyangka saya masih di Relawan TIK Garut, dan saya bisa hadir dalam kapasitas sebagai Dosen Perguruan Tinggi di Garut. Pada tahun yang lalu saya pernah mengikuti FGD yang diselenggarakan oleh BPPKI Bandung, sehingga saat masuk ke dalam ruang pertemuan beberapa di antaranya dari BPPKI Bandung dan saya saling mengenali. Saya sampaikan bahwa saya sekarang tidak lagi dalam kepengurusan Relawan TIK Indonesia cabang Garut, tetapi dalam kepengurusan Relawan TIK Indonesia pusat bidang pengembangan SDM.

Dalam kesempatan tersebut saya memberikan gambaran pengalaman smart city dalam game SimCity, di dalamnya terdapat optimalisasi Sistem Informasi dan Internet of Things. Disampaikan bahwa usaha mewujudkan JBSP harus ditunjang oleh kebijakan dan anggaran. JBSP bergantung kepada terwujudnya Smart City di kabupaten dan kota se Jawa Barat, dan juga bergantung kepada terwujudnya Smart Villages yang bersentuhan langsung dengan personal masyarakat. Mewujudkan itu semua butuh komitemen pemerintah dari mulai tingkatan desa / kelurahan hingga provinsi, khususnya terkait infrastruktur teknologi informasi yang meliputi platform teknologi, personel, dan layanannya. 

Tidak kalah penting dari platform adalah pengembangan SDM (sumber daya manusia). Di SKPD harus tersedia SDM yang dapat melaksanakan layanan teknologi informasi seputar penyediaan dan pemeliharaan perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi). Harus ada komitmen pemerintah untuk merekrut ASN (aparatur sipil negara) yang dapat melaksanakan layanan tersebut, dan menyediakan basis pengetahuan TIK yang sangat bermanfaat saat ASN mengalami rotasi pekerjaan atau tempat kerja. Selain itu pemerintah harus membuat kesepakatan dengan pengembang yang mendukung tercapainya level kematangan pengembangan sistem yang baik, sehingga tersedia akses penuh ke platform yang dikembangkan dan juga dokumentasinya. 

Di luar SKPD, pemerintah harus mengupayakan pusat layanan TIK bagi masyarakat. Saya mengungkapkan kembali gagasan Telecenter sebagai unit bisnis Badan Usaha Milik Desa yang pernah disajikan dalam temu ilmiah Balitbang Kemkominfo. Pusat layanan tersebut memanfaatkan aset pemerintah desa dan dikelola oleh SDM terlatih untuk menjalankan pendampingan masyarakat terkait pemanfaatan dan / atau penerapan informasi dan TIK. Sub bidang usaha di pusat layanan tersebut meliputi kursus keterampilan, serta toko dan bengkel perangkat TIK. Kalaupun tidak tersedia di desa / kelurahan, pusat layanan tersebut harus tersedia di kecamatan atau di kabupaten / kota. SDM terlatihnya dapat memanfaatkan anggota Relawan TIK Indonesia yang ada di wilayah tersebut. 

Pusat layanan TIK ini harus ada karena penyediaan perangkat TIK harus dibarengi oleh pendampingan masyarakat, yang tidak cukup hanya sekedar penyadaran dan pelatihan sekali saja, tetapi juga harus dilakukan berkali-kali dan dilengkapi oleh bantuan teknis paska pelatihan. Dengan demikian ada SDM TIK yang tersedia dan dapat diakses oleh ASN ataupun masyarakat. Tanpa SDM yang memadai secara jumlah dan kemampuan, investasi TIK yang mahal hanya akan menjadi mubadzir karena perangkat TIK tidak dapat digunakan oleh para penggunanya. 

Selain itu saya mengingatkan pentingnya pembentukan smart peoples, khususnya karakter yang menyebabkan pengguna teknologi dapat menggunakan informasi dan TIK dengan baik. Hubungan masyarakat dan pemerintah yang kondusif ditunjang oleh karakter digital tersebut. Tanpa terbentuknya karakater digital, akan muncul gangguan yang tumbuh dengan cepat dan melemahkan atau merugikan hubungan baik pemerintah ataupun masyarakat, dan menghambat perkembangan JBSP. Diperlukan kerjasama Diskominfo dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementrian Agama untuk membangun karakter digital masyarakat. Seandainya tidak dapat masuk dalam kurikulum, kegiatan literasi digital dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang didukung oleh dinas terkait. Relawan TIK Indonesia atau Pramuka dapat dilibatkan dalam mengemban tugas literasi digital tersebut. 


Pesantren Teknik Tujuh Hari 2017

$
0
0

Minggu 11 Juni 2017, bertempat di Area 306, dilaksanakan pembukaan Pesan Ti Juhri angkatan kelima, kegiatan tahunan setiap bulan Ramadhan yang digelar oleh Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Tahun ini, singkatan "Ti" dari Pesan Ti Juhri berubah kepanjangannya dari Teknologi Informasi menjadi Teknik untuk menggambarkan perubahan komposisi materi yang awalnya serba teknologi informasi menjadi teknik sehingga meliputi teknik industri, teknik sipil, dan informatika sesuai program studi yang diselenggarakan di Sekolah Tinggi Teknologi Garut. 

Dulu pertama kali Pesan Ti Juhri saya selenggarakan bersama Komunitas TIK Garut sebagai upaya membukakan pintu kontribusi Agama atau Pesantren terhadap teknologi informasi, atau yang sering diistilahkan Pesantren4ICT. Kegiatan tersebut merupakan pelengkap gerakan ICT4Pesantren Sekolah Tinggi Teknologi Garut sebagai usaha membantu penerapan TIK di lingkungan pesantren.

Istilah Pesantren Teknik pertama kali saya munculkan pada saat Ponpes (Pondok Pesantren) Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Garut masih ada, setelah adanya usulan dari alm DR KH Maman Abdurrahman Musaddad selaku ketua Ponpes agar muatan materi di Ponpes tidak hanya keagamaan saja, tetapi juga dilengkapi dengan materi teknik umum. Gagasan pesantren teknik ini tetap saya usung hingga kini dan diwujudkan walau hanya sebatas buletin atau pesantren tujuh hari saja. 

Pesan Ti Juhri tahun ini mengusung tema Hijrah Dua Dunia, dalam pengertian pindahnya manusia dari gelapnya ketidakseimbangan perikehidupan dunia nyata dan dunia maya menuju cahaya keseimbangannya. Hal ini diupayakan dengan menyusun materi yang fokus pada 
  1. Kendali perilaku dan kualitas interaksi antar personal di ruang digital
  2. Kesehatan diri, tempat, dan pergaulan di dunia tanpa batas
  3. Pengantar bisnis dan teknologi dalam ekonomi digital



Kegiatan ini merupakan pekan sedekah ilmu, di mana Area 306 selaku penyelenggara menyediakan fasilitas dan peserta bagi siapa saja untuk mensedekahkan pengetahuannya dalam rentang waktu tujuh hari di bulan Ramadhan ini. Alhamdulillah, selain dosen program studi Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang mau bersedekah, prodi Teknik Industri dan prodi Teknik Sipil pun ikut serta dengan diwakili oleh ketuanya masing-masing. Selain itu STAIM (Sekolah Tinggi Agama Islam al-Musaddadiyah) juga menyatakan kesediaannya untuk mengisi dua materi terkait muamalah. 

Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut mewakili pemerintahan juga menyatakan siap bergabung. Dari unsur masyarakat, turut bergabung Himpunan Alumni Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut, Komunitas TIK Garut yang diwakili Garut Smartfren Community, Relawan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Indonesia, dan Gabungan UMKM Indonesia. 

Pesantren ini diselenggarakan untuk membentuk perilaku masyarakat Indonesia yang produktif dan seimbang. Peserta diberi pemahaman tentang kehidupan digital mulai dari kesadaran personal, silaturahmi, hingga kegiatan meningkatkan rizqi melalui jaringan. Dengan analisis SWOT al-Ghazali yang disarikan dari Minhajul Abidien peserta diharapkan dapat menyadari kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan hambatan alamiahnya; untuk kemudian dikelola dengan baik agar kualitas silaturahmi dan pencarian rizqinya semakin hari semakin baik. 

Selain kesadaran tersebut, peserta juga diberi tahu tentang pegangan nilai di dunia digital, yakni karakter digital nusantara. Secara khusus bahasannya nanti mengkerucut pada nilai baik dan buruk dalam konteks silaturahmi dan pencarian rizqi yang  bersumber dari agama Islam. Tidak hanya sebatas pemahaman akan nilai, peserta juga diberi pengetahuan tentang kewirausahaan digital dan perintisan usahanya. Selain itu peserta diberi tahu tentang cara penyajian gagasan dengan teknologi dan mendiskusikan gagasan tersebut secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan produktifitas. Semua itu disajikan dalam rangkaian materi selama sepekan. 


"Barangsiapayang ingindipanjangkanusianyadandibanyakkanrezekinya, hendaklahiamenyambungkantalipersaudaraan” 
(H.R. Bukhari-Muslim)

Alhamdulillah, peserta juga diundang oleh Smartfren untuk hadir buka bersama di Jemani Hotel pada tanggal 13 Juni 2017, selepas kegiatan di Area 306 untuk buka bersama. Peserta yang hadir dalam pembukaan tadi berasal dari  Komunitas TIK SMKN 10 Garut, dan Himpunan Mahasiswa Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Peserta ada yang berasal dari kecamatan Tarogong Kaler, Kadungora, Salawu, Cilawu, dan Garut Kota. Karena ada peserta yang berasal dari perbatasan Tasikmalaya - Garut, maka rangkaian kegiatan tiap harinya diubah, selesai kegiatan asalnya jam 17.00 menjadi 16.00.

Komunitas TIK SMK Ciledug sore itu mengonfirmasi kehadirannya pada hari kedua. Sebelumnya saya telah mengundang juga Himpunan Mahasiswa program studi lainnya dan Himpunan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam al-Musaddadiyah. Hari ini mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Garut tidak ikut karena baru selesai ujian akhir semester. 

Kegiatan ini saya selenggarakan hanya bermodalkan silaturahmi dan uang spanduk dari program studi Informatika saja. Diskominfo Garut, SMKN 10 Garut, SMK Ciledug khusus diundang karena ada piagam kerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknologi Garut. STAIM diundang karena merupakan mitra tetap Pesan Ti Juhri. Alhamdulillah, pengurus Himpunan Mahasiswa Informatika bersedia membantu operasional kegiatan. Seremoni yang memakan biaya saya abaikan, selain karena tidak ada biayanya juga karena hajat utamanya adalah amaliah sedekah ilmu. Semoga menjadi tambahan pahala berlipat di bulan Ramadhan yang mendekatkan kepada rahmat dan ampunan-Nya. Amien. 

Buka Bersama Milad Smartfren Community Garut 2017

$
0
0

Selasa, 13 Juni 2017, saya menghadiri undangan buka bersama di Jemani Hotel. Undangan tersebut disampaikan oleh Ipan Setiawan selaku leader dari Smartfren Community Garut. Satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Mei 2016 adalah peluncuran komunitas ini. Teringat saat itu saya menjembatani komunikasi Ipan Setiawan dengan Sekolah Tinggi Teknologi Garut dan Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) kabupaten Garut. Dengan demikian, ini adalah milad yang kedua bagi komunitas tersebut.


Saya agak terlambat datang ke lokasi, karena sebelumnya harus mengawal Pesantren Teknik Tujuh Hari dulu. Saat tiba di lokasi, saya berpapasan dengan kang Wildan dari Fakultas Komunikasi Universitas Garut yang juga diundang. Ipan Setiawan dan pak Dikdik Hendrajaya nampak duduk di depan di samping pak Ustadz yang sedang memberikan kultum. Melalui Whatsapp pak Dikdik meminta saya duduk di kursi paling depan yang masih kosong. Saya menjawab, akan berada di belakang saja.  


Di belakang saya disapa oleh para purna Himpunan Mahasiswa Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Garut yang rupanya juga hadir di sana. Sebagai orang yang senang mengabadikan kejadian untuk kepentingan evaluasi diri, saya mengajak mereka untuk selfie. 


Akhirnya waktu Magrib telah tiba. Saya menyalami pak Dikdik yang berjalan ke belakang menuju sajian iftar. Beliau meminta maaf tidak sempat memberi tahu soal kegiatan ini. Saya sampaikan bahwa kemarin saya telah diberi tahu oleh Ipan Setiawan. 

Satu hari sebelumnya Ipan Setiawan juga meminta saya mengusahakan agar kepala Diskominfo Garut dapat hadir. Saat itu saya menyarankan agar dikirim saja surat undangan ke Diskominfo. Tapi rasanya undangan itu belum disampaikan oleh Ipan Setiawan, sehingga beberapa jam sebelum acara buka bareng saya berusaha menghubungi kepala Diskominfo Garut. Dalam komunikasi melalui telpon, beliau menyampaikan permohonan maaf karena sedang dinas sehingga tidak bisa hadir. Sekretaris beliaupun tidak bisa hadir sehubungan ada kegiatan lain yang sudah direncanakan. Saya sampaikan informasi tersebut kepada Ipan Setiawan di lokasi. 

Saat meminum secangkir air dingin, saya berbincang dengan kang Seno dari Smartfren. Beliau berkata seraya menunjuk logo Relawan TIK Indonesia yang tersemat di seragam yang saya kenakan, "ini dia orang yang sangat militan". Beliau mengatakan bahwa Smartfren di Bandung juga bekerjasama dengan Relawan TIK Indonesia dalam melaksanakan literasi di sekolah-sekolah. 

Selepas minum saya turut pak Dikdik ke bawah untuk salat Magrib. Setelah itu saya bersama beliau pamit pulang kepada pihak Smartfren. Di bawah bertemu dengan Ipan dan kami juga menyampaikan pamit. Saya memberikan penjelasan sebab pamit adalah karena diminta oleh istri untuk makan bersama di rumah sebelum berangkat ke acara ini. Magrib itu akhirnya saya pun meluncur pulang menuju keluarga di rumah.

Islam dan Budaya

$
0
0

Menurut pemahaman saya, Islam itu bukan Arab sehingga untuk islami tidak perlu menjadi orang Arab. Nabi Muhammad SAW sendiri mengatakan bahwa pada awalnya Islam itu asing di tempat kelahirannya, banyak menyalahi budaya dan kepercayaan masyarakat Arab saat itu. Hal ini menunjukan bahwa Islam sama sekali tidak berakar dari Arab, tetapi bersumber dari Allah SWT.

Budaya Islam merupakan turunan dari atau sisi manusia yang berinteraksi dengan ajaran orisinil Allah SWT yang keorsinilannya muncul tanpa merujuk sama sekali kepada pemikiran manusia. Islam diturunkan sebagai ajaran universal, yang flexible terhadap budaya masyarakat manapun, bersifat meluruskan agar sejalan dengan ajaran Tuhan. Islam sebagaimana agama lainnya mencelupi budaya manusia.

Kalau ada usaha mengislamikan budaya, maka usaha tersebut bukan menjadikan budayanya bergeser menjadi serba Arab tetapi menjadi lurus sejalan dengan ajaran Islam. Namun usaha ini akan membawa kepada akulturasi, sehingga sangat wajar jika bahasa dan ajaran agama terserap di dalam budaya. Serapan ini tercermin dalam kata serapan asing, pakaian, prosesi, dan lain sebagainya. Sangat wajar jika al-Quran yang menggunakan bahasa Arab terserap dalam bahasa percakapan sehari-hari muslim dan tetangganya di berbagai belahan dunia, terlebih jika kata itu tidak ada padanan katanya dalam kata yang berkembang di tempatnya diamalkan. Bahkan nama Tuhan YME disebut berbeda saat nama-Nya terucap dalam berbagai budaya manusia. Akulturasi ini merupakan proses pemilihan dan peningkatan, di mana manusia dapat sampai kepada tingkat budaya yang sangat maju melalui akulturasi.

Semangat fasis yang menganggap pencapaian budaya bisa dicapai dengan hanya mengembangkan budaya sendiri dan mengisolasi dari kebaikan atau keunggulan budaya asing hanya akan menciptakan manusia asosial, lupa dari kenyataan bahwa manusia itu satu sehingga hakikat budayanya pun satu, dan diciptakan berbangsa-bangsa dan berbudaya agar saling mengenal dan belajar untuk melengkapi diri, melengkapi budayanya. Islam mengajarkan kepada ummat melalu lisan Nabi Muhammad SAW untuk mempelajari sesuatu hingga negeri Cina, sehingga umat Islam tidak menutup diri dari budaya yang sejalan atau dapat lurus dengan ajaran Islam. Allah SWT tidak mengharamkan budaya, akulturasi budaya, selama budaya tersebut sejalan dan tidak menyalahi ajaran-Nya.

Budaya dibangun oleh manusia dan sangat dipengaruhi dan bahkan dibentuk oleh pemikiran, seni, atau keyakinan mereka. Oleh karenanya hal yang sangat wajar apabila Indonesia mewarisi budaya yang sangat beragam termasuk mewarisi hasil akulturasi budaya yang sangat banyak, apakah akulturasi itu sebagai usaha memperkaya budaya yang ada atau sebagai usaha hidup bersama budaya yang ada. Ini merupakan suatu karunia. 

Yang pasti, manusia Indonesia memiliki kehendak memilih dalam usahanya tersebut, berdasarkan pengetahuan atau keyakianannya, sehingga boleh jadi tidak semua bagian dari budaya itu menyatu atau bercampur dengan budayanya. Oleh karenanya hal yang wajar apabila sebagian kelompok menolak dan menerima sebagian dari budaya kelompok lain, seperti misalnya menolak penyerapan bahasa arab ke dalam bahasa sehari-hari dan menerima penyerapan pakaian barat dalam pekerjaan sehari-hari. 

Walau demikian, setiap manusia Indonesia hidup dalam semangat bhineka tunggal ika, sikap toleransi yang menjadi komitmen hidup berbangsa, sehingga sikap penolakan tersebut tidak boleh mencegah kecuali menyalahi Pancasila dan khususnya ketuhanan YME yang menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Dalam konteks penyerapan bahasa Arab misalnya, karena tidak menyalahi Pancasila maka sikap penolakan tidak boleh mencegah, dan cukup penolakan itu di dalam dirinya saja. Mencegah dalam bentuk apapun baik secara langsung atau tidak langsung, yang dinyatakan di ruang publik, sama saja menyalahi prinsip Bhineka Tunggal Ika, menyalahi Pancasila, dan merupkan wujud praktik rasial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kita sadar, budaya ini terus berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia, dan perkembangan budaya Indonesia ini sejatinya tidak akan menyalahi Pancasila. Budaya Pancasila inilah yang menjadi jati diri budaya Indonesia. Namun sayangnya, sebagian dari bangsa kita, mempersoalkan bagian budaya yang sama sekali tidak menyalahi Pancasila seperti bahasa yang plural namun melupakan budaya yang menyalahi Pancasila seperti sekulerisme, plurasilme, dan liberalisme. Bahasa "semakin arab semakin islami" misalnya menurut pemahaman saya memiliki dua kesalahan, pertama karena penyerapan bahasa yang bersumber dari apa yang dikonsumsi bangsa (baik kitab suci, karya sastra, dls) merupakan hal yang terakomodasi dalam kehidupan plural / bhineka tunggal ika, dan kedua karena penggunaan bahasa yang bersumber dari apa yang dikonsumsi bangsa merupakan hak asasi yang tidak menyalahi Pancasila dan bahkan dilindungi UUD 45

Viewing all 512 articles
Browse latest View live