Garut, 18 April 2025. Sebelum salat Jum'at saya berbincang dgn keluarga tentang keluhan, bahwa mengeluh itu tiada guna bila tdk memunculkan solusi. Mengeluhkan ujian Nya kpd Nya yg ingin menaikan derajat dgn ujian tsb juga nampak seperti kelancangan. Sehingga yg diperlukan adalah meminta pertolongan kpd Nya.
Saat jum'atan, khatib juga membahas tentang keluhan dgn nada emosional. Sampai saat membaca ayat suci dalam salat pun menangis. Selepas salat saya sempat berpikir, seharusnya beliau jgn memimpin salat bila sedang emosional.
Teringat dulu pernah memutar kaset murotal qur'an di ruang publik (lupa apa di masjid atau di radio) yg qari nya membaca sambil menangis. Saat bertemu pak Kyai, beliau meminta saya tdk memutarnya lagi krn tdk menyukainya dan mengganti dgn murotal quran yg biasa saja, tdk perlu ada tangisannya.
Sejak saat itu saya memahami bahwa tangisan yg timbul krn perasaan kpd Allah tdk perlu terjadi di ruang publik krn khawatir menimbulkan sanjungan atau kedengkian orang. Semakin tersembunyi kondisi kedekatan dgn Allah semakin baik. Wali yg dekat dgn Allah saja bersedih hati bila terbesit pikiran merasa dirinya wali atau saat status kewaliannya terbongkar. Bagi saya, lebih baik disangka orang tdk baik tapi berkedudukan baik di sisi Allah dari pada disangka orang baik tapi tdk berkedudukan baik di sisi Allah.
#biograficahyana